TOTABUAN.CO — Dengan bendera Media Nusantara Citra (MNC), Hary Tanoesoedibjo menjadi salah satu taipan raja media dengan memiliki tiga stasiun televisi, media cetak, radio serta media online. Belakangan, kerajaan bisnis media yang selama ini berada dalam genggamannya, terusik persoalan lama yakni kisruh kepemilikan saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang kini berganti nama menjadi MNC TV di bawah kendali Hary Tanoe.
Beberapa pekan lalu Mahkamah Agung (MA) resmi menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PT Berkah Karya Bersama sekaligus menyatakan kubu Siti Hardiyanti Rukmana atau yang akrab disapa Mbak Tutut sebagai pemilik TPI.
Lalu bagaimana nasib karyawan MNC TV? Mbak Tutut menuturkan, perusahaan tidak menutup diri untuk menerima karyawan MNC. “Pegawai, kami tidak menutup diri untuk menerima karyawan MNC,” ujarnya di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Jumat (21/11).
Namun tidak semua pegawai MNC TV bisa otomatis menjadi karyawan TPI. Semua melalui proses seleksi. Dirinya hanya menerima pegawai yang profesional.
“Kami akan menerima kembali yang profesional dan kami akan mewawancarai semuanya,” jelas dia.
Mbak Tutut menjelaskan alasannya menerima pegawai MNC. Salah satunya efisiensi. “Kalau mereka bisa kami pakai, kami tidak akan buang mereka. Daripada mendidik yang baru, kenapa tidak menggunakan yang ada yang sudah berkecimpung di televisi,” ungkapnya.
Beberapa waktu lalu, sumber merdeka.com di internal MNC TV menyebutkan, beralihnya kepemilikan TPI ke tangan Hary Tanoe tidak berpengaruh pada tingkat kesejahteraan karyawan. Malah, menurut sumber tersebut, karyawan semakin kesulitan memperoleh kesejahteraan.
“Kondisi saat Ibu Tutut dulu sangat sejahtera ketimbang saat ini yang diambil alih MNC Group,” ujar dia.
Menurutnya, hal ini terjadi karena MNC sebagai grup besar harus membagi keuntungannya ke banyak anak perusahaan di bawahnya. Mulai dari MNC Sky, Global Mediacom, MNC Land, serta tiga stasiun televisi yaitu RCTI, MNC TV, dan Global TV. Bahkan, MNC sangat tega mengelabui pendapatan para karyawannya.
“Efisiensi yang menurut karyawan berlebihan, perpotongan pajak dan danareksa MNC yang diwajibkan dengan dalih bonus yang tidak berbentuk uang juga sedikit mengecewakan. Keuntungan dibagi untuk grup, kita mah tidak dapat maksimal,” jelasnya.
Dengan perbandingan tersebut, karyawan cenderung lebih senang jika kembali ke pangkuan Tutut meski kondisinya tidak akan sama seperti dulu lagi.
sumber : merdeka.com