TOTABUAN.CO — Pencairan beasiswa kuliah dosen perguruan tinggi negeri (PTN) di luar negeri dikeluhkan sering terlambat. Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristek-Dikti) menjalankan formulasi baru, dengan cara menitipkan duit beasiswa itu ke kampus.
Selama ini uang beasiswa itu dikelola oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), sebelumnya di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Tetapi di era Presiden Joko Widodo, Ditjen Dikti dipindah ke Kementerian Ristek-Dikti.
Anggaran beasiswa luar negeri para dosen tahun ini sekitar Rp 500 miliar untuk 400-an penerima. Alokasi untuk penerima yang kuliah di Eropa, rata-rata 2.500 Euro (Rp 38 juta) per bulan.
Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti Kementerian Ristek-Dikti Supriadi Rustad mengatakan, banyak faktor yang membuat pencairan beasiswa luar negeri para dosen itu sering terlambat. Seperti pengisian data sebagai dasar pencairan anggaran yang tidak komplit.
Akibatnya pencairan dana beasiswa yang dimasukkan ke Kantor Pelayanan Perbedaharaan Negara (KPPN) VI Jakarta ditolak.
“Kalau sudah ditolak, memasukkan lagi dari awal butuh proses. Sehingga berpotensi membuat pencairan beasiswa terlambat,” katanya di Jakarta kemarin. Dia menegaskan uang beasiswa itu dipegang Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Untuk mengantisipasi keterlambatan pencairan uang beasiswa kuliah di luar negeri itu, Supriadi mengatakan akan menitipkan uangnya ke daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) masing-masing PTN.
Dengan cara ini, kegiatan pencairan anggaran tidak terpusat di satu pintu seperti saat ini. Kemudian jika ada pencairan yang bermasalah, tidak mengganggu pencairan mahasiswa dari kampus lainnya.
Dia mewanti-wanti supaya PTN berhati-hati dalam mencairkan uang mahasiswa bagi para dosen atau calon dosennya. “Dosen sasaran beasiswa harus menyampaikan progress report kuliahnya, baru beasiswanya diproses,” ucapnya. Jangan sampai dosen yang nakal dan kabur dari kampus, tetap menerima kucuran beasiswa.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rochmat Wahab menyambut baik sistem pengalokasian anggaran beasiswa ke masing-masing PTN itu.
“Jika regulasi di kementerian ada masalah, PTN bisa menomboki dulu. Sehingga dosen yang kuliah tidak teriak-teriak beasiswanya terlambat,” jelas dia. Di UNY saat ini ada sekitar 20 dosen penerima beasiswa kuliah ke luar negeri.
Rochmat mengatakan bagi PTN yang berjenis badan layanan umum (BLU) seperti UNY, pencairan uang talangan bisa lebih mudah. Dia menjelaskan kampus berstatus BLU boleh mengeluarkan uang pribadi mereka, ketika anggaran dari kementerian masih tersendat.
Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Ahkmaloka mengatakan, regulasi baru ini bisa “merepotkan” kampus-kampus berjenis PTN-BH (Badan Hukum). Selain ITB, ada enam kampus lain yang berstatus PTN-BH. Diantaranya Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Pertanian Bogor (IPB).
“PTN yang berjenis PTN-BH itu tidak memiliki DIPA,” kata rektor kelahiran Cirebon itu. Padahal skenario baru dari Ditjen Dikti adalah, menitipkan uang beasiswa ke DIPA masing-masing PTN.
Untuk itu Akhmaloka berharap Kementerian Ristek-Dikti segera berkoordinasi dengan Kemenkeu membuatkan “dompet” baru bagi PTN-BH untuk menampung titipan uang beasiswa itu. Saat ini di ITB ada belasan dosen penerima beasiswa pendidikan doktoral ke luar negeri.
sumber : jpnn.com