TOTABUAN.CO — Inpektur Jenderal Kemendikbud, Haryono Umar menjelaskan, masalah hukum yang membayangi program Kartu Indonesia Pintar (KIP) terkait dengan administrasi pencatatan keuangan.
Dia mengatakan dalam pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), anggaran yang dikeluarkan untuk suatu program, harus sesuai dengan nama program itu.
“Misalnya untuk program BSM, ya harus nama mata anggarannya BSM. Begitu juga dengan KIP,” kata Haryono.
Jika BPK menemukan ketidaksesuain nama antara program dengan mata anggaran, bisa menjadi catatan laporan keuangan. Kemendikbud bisa mendapatkan rapor jelek dari BPK, seperti disclaimer atau opini wajar dengan pengecualian (WDP).
Bayang-bayang masalah hukum lainnya adalah, pengeluaran anggaran yang tidak sesuai dengan perencanaan. Masalah lainnya yang berpotensi muncul adalah duplikasi anggaran.
Potensi duplikasi ini bisa muncul jika di dalam APBN 2015 nanti ada mata anggaran untuk BSM dan ada juga untuk KIP.
Haryono mengatakan penggunaan anggaran yang sudah disepekati dengan DPR harus hati-hati.
Dia tidak ingin pengalokasian anggaran untuk KIP, yang awalnya bernama BSM, menimbulkan masalah di kemudian hari.
Dia optimistis pembahasan revisi nomenklatur dengan DPR tidak akan butuh waktu lama, karena sejatinya KIP merupakan program ganti baju dari BSM.
sumber : jpnn.com