TOTABUAN.CO — Pemerintah pusat direncanakan akan kembali menggelar pertemuan dengan pemerintahan di Aceh, guna membahas tiga aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang hingga kini belum juga ditandatangani.
Pertemuan menurut rencana akan dilakukan minggu depan dengan dipimpin langsung Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Menteri
Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan.
Sementara dari pemerintahan Aceh, akan diwakili Gubernur Abdullah Zaini dan sejumlah pimpinan DPR Aceh. “Dari pertemuan tadi, Wapres mengusulkan akan diundang lengkap gubernur Aceh dan pimpinan DPRA. Ini agar kita dapat duduk bersama, supaya clear. Nanti akan turut hadir Menteri ESDM karena menyangkut sumber daya alam yang cukup besar. Demikian juga dengan Menteri Agraria, karena terkait pertanahan,” ujar Mendagri, Tjahjo Kumolo di Gedung Kemendagri, Jakarta, Jumat (7/11) petang.
Menurut Tjahjo, dalam pertemuan nantinya akan dibahas hal-hal terkait pembagian sumber daya mineral, bagi hasil pengelolaan minyak bumi dan gas lepas pantai di 12-200 mil laut, urusan pertanahan yang oleh pemerintah sebelumnya mengusulkan 11 urusan ditangani Pemprov Aceh, dan beberapa permasalahan lain termasuk qanun-qanun (Peraturan Daerah) Aceh.
“Nah untuk membahas soal Aceh ini kan sudah ada istilahnya undang-undang dasar, yaitu perjanjian Helsinski. Tapi misalnya terkait aturan ZEE (Zona Ekonomi Exclusive) di jarak 12 mil laut, itu kan dasarnya internasional. Makanya MoU-nya juga harus clear. Kalau salah penempatan, daerah lain juga akan menuntut. Kan masih banyak juga daerah-daerah istimewa lain,” katanya.
Saat ditanya, apakah terkait urusan Aceh, pemerintah pusat masih akan bertahan dengan sikap pemerintah pusat di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelumnya, Tjahjo mengaku belum sampai pada kesimpulan tersebut.
Ia hanya menyatakan semua permasalahan yang ada akan dibicarakan secara terbuka. Sehingga ditemukan solusi yang tepat. Apalagi pemerintah saat ini ingin menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada dengan cepat. Karena itulah dalam hal ini pemerintah kata Tjahjo melakukan jemput bola.
“Kita belum ada kesimpulan, kita harus dengar dari mereka (Pemerintahan Aceh). Tapi yang pasti kan ada kartunya (dasar pembahasan). Yaitu MoU, UU, Peraturan Pemerintah, Undang-Undang Otonomi Daerah dan kebetulan Ketua Panitia Khusus dulu itu pak Ferry Mursidan Baldan yang sekarang menjabat Menteri Agraria. Beliau tentu tahu latarbelakang,” katanya.
Selain membahas tiga aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006, dalam pertemuan nanti menurut Tjahjo juga akan membahas qanun-qanun Aceh yang selama ini masih menimbulkan kontroversi. Baik itu terkait qanun bendera, qanun gelar, tokoh dan pejabat dan sejumlah qanun lainnya.
“Soal qanun, ada 85 qanun yang hal-hal mana belum selesai. Termasuk qanun gelar, tokoh pejabat, mengenai bendera. Di sini juga jug banyak menerima masukan, kita menampung. Mudah-mudahan minggu depan diselesaikan,” katanya.
sumber : jpnn.com