TOTABUAN.CO – Langkah pihak Presiden Joko Widodo melaporkan MA ke polisi dinilai berlebihan. MA diduga mengedit gambar Jokowi bersama Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menjadi gambar porno, dan mengunggahnya di Facebook saat kampanye Pemilu Presiden 2014 lalu.
Koordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto, menilai, tindakan MA memang sudah kelewatan, dan dapat disebut sebagai pelecehan. Namun, menurut dia, harus dipertimbangkan juga seberapa besarnya pengaruh Facebook MA terhadap para pemilih.
“Seharusnya pihak Jokowi mengambil langkah untuk tidak menghiraukan itu. Seberapa besar sih Facebook dia? Berapa follower-nya? Kalau tidak terlalu besar, ngapain digubris?” kata Damar kepada Kompas.com, Kamis (30/10/2014).
Menurut Damar, banyak bentuk kampanye hitam yang menimbulkan efek jauh lebih besar pada kampanye pilpres lalu. Namun, pihak Jokowi ataupun Polri justru kurang responsif. Dia mencontohkan tabloid Obor Rakyat yang memuat berita fitnah mengenai Jokowi.
Meski pihak Jokowi sudah melaporkan kasus itu, Jokowi hingga saat ini belum menghadiri pemeriksaan sebagai saksi.
Berbeda dengan kasus penghinaan di Facebook ini, Jokowi sudah menghadiri pemeriksaan sebagai saksi. Dua tersangka dari kasus tersebut, Pemimpin Redaksi Obor Rakyat Setyardi Budiono dan penulis di tabloid tersebut, Darmawan Sepriyossa, belum ditangkap dan ditahan oleh pihak kepolisian. Sementara itu, MA sudah dijebloskan ke penjara.
“Akan tetapi, Pak Jokowi mungkin punya pertimbangan lain soal Obor Rakyat ini,” lanjut Damar.
Damar yang aktif mengawal berbagai pelanggaran UU ITE ini berpandangan, MA pasti tidak mengetahui konsekuensi dari perbuatannya. Oleh karena itu, dia mengatakan, akan lebih baik jika pemerintah Jokowi mulai memberikan sosialisasi mengenai penggunaan yang tepat dan tak melanggar aturan pada media sosial.
“Selama ini sudah banyak kasus bahwa orang yang dituntut oleh UU ITE, mereka kaget, tidak mengetahui mengenai undang-undang itu,” ujar Damar.
sumber: kompas.com