TOTABUAN.CO – Empat hari sudah Joko Widodo-Jusuf Kalla merasakan memimpin negeri ini. Namun sayangnya, empat hari sudah kabinetnya belum juga terbentuk, sehingga motto semangat kerja yang didengungkannya mulai menuai kritik.
“Mana katanya mau kerja, kerja, kerja! Kok, belum juga ada realisasinya,” ketus Muhammad Imam Nasef, peneliti dari Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) memulai pernyataannya dalam menangggapi lambannya pengumuman Kabinet Indonesia Hebat, kepada INDOPOS (Grup JPNN) di Jakarta, kemarin (23/10).
Menurut Nasef, penundaan pengumuman itu tidak cukup beralasan setidaknya karena 3 hal. Pertama, waktu yang dimiliki oleh Presiden Jokowi untuk menggunakan hak prerogatifnya memilih dan menentukan para menteri yang akan membantunya menjalankan roda pemerintahan sebenarnya sangat memadai.
Terhitung sejak KPU menetapkan hasil Pilpres 2014 pada tanggal 22 Juli 2014 yang lalu sampai dengan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada tanggal 20 Oktober 2014 kemarin, Presiden memiliki waktu kurang lebih 90 hari atau sekitar 3 bulan.
“Jangka waktu 90 hari itu tentunya sudah sangat memadai untuk menyusun postur kabinet dan menyeleksi serta memilih calon-calon menteri yang akan menduduki jabatan menteri dalam kabinet itu,” ujarnya.
Kedua, andaipun penundaan pengumuman susunan kabinet itu disebabkan oleh adanya sejumlah nama calon menteri yang dinilai KPK bermasalah setelah dilakukannya verifikasi, sebenarnya Presiden Jokowi harus dapat mengantisipasinya dengan mengajukan nama-nama calon menteri yang telah dipilih untuk diverifikasi oleh KPK jauh-jauh hari sebelum pelantikan. Tapi Jokowi mengajukan 3 hari menjelang pelantikan.
“Itu seharusnya yang dilakukan Presiden apabila memang sungguh-sungguh ingin menciptakan kabinet yang diisi oleh menteri-menteri yang bersih dan tidak memiliki masalah hukum,” tuturnya.
Ketiga, adanya proses permintaan pertimbangan ke DPR akibat perubahan nomenklatur terhadap sejumlah kementerian dalam susunan kabinet yang dibentuk Presiden Jokowi tidak dapat dijadikan alasan.
“Betul bahwa merujuk Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 juncto Pasal 19 UU 39/2008 tentang Kementerian Negara, pengubahan kementerian akibat adanya pemisahan atau penggabungan kementerian dilakukan dengan pertimbangan DPR, akan tetapi kekosongan jabatan (vacum of power) menteri untuk jangka waktu yang relatif lama juga tidak dapat dibenarkan karena berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan bahkan berpotensi menimbulkan instabilitas pemerintahan,” tukasnya.
Lebih lanjut untuk urusan kerja cepat, Nasef pun lebih mengacungkan jempol untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang lebih bergerak cepat membentuk kabinet Indonesia Bersatunya sejak 2004 yakni hanya satu hari jelang dirinya dilantik.
“Jadi kalau dibandingkan dari sisi manajemen waktu, SBY masih lebih baik. Dan ini jadi awal yang buruk untuk penilaian Jokowi,” tandasnya.
SBY sudah menyeleksi menteri sejak 14 Oktober 2014. Metode yang dipakai adalah dengan memanggil calon menteri untuk mengikuti fit and proper test di kediamannya, di Cikeas. SBY juga melakukan uji kesehatan terhadap calon menterinya.
Susunan Kabinet Indonesia Bersatu terdiri atas 21 menteri non-partai dan 16 menteri dari partai (dua Golkar, dua PKB, dua PBB, tiga PKS, dua PAN, dua PPP, dua Demokrat, satu PKPI)
Berdasarkan data yang dihimpun, hingga saat ini SBY masih menjadi yang tercepat dalam menyampaikan susunan kabinet usai dilantik. SBY kala itu dilantik pada 20 Oktober 2004 dan mengumumkan Kabinet Indonesia Bersatu pada 21 Oktober 2004.
Sedangkan Abdurahman Wahid alias Gus Dur, mengumumkan kabinetnya selang enam hari setelah pelantikan, yakni pada 26 Oktober 1999. Gus Dur memilih nama Kabinet Persatuan Nasional.
Kabinetnya terdiri dari 16 menteri non-partai dan 17 menteri asal partai. Yakni, lima PDIP, tiga PKB, satu PBB, dua PAN, tiga Partai Golkar, satu PK, dan dua PAN. Gus Dur membahas beberapa nama menteri bersama Amien Rais dan Akbar Tandjung. Gus Dur biasanya memakai Wisma Negara untuk membahas nama-nama menteri.
Sementara, Megawati Soekarnoputri menjadi presiden RI yang paling lama mengumumkan nama menteri-menteri di kabinet pimpinannya. Dilantik sejak 23 Juli 2001, Mega baru mengumumkan Kabinet Gotong Royong pada 9 Agustus 2001.
Kabinet Gotong Royong berisi sebanyak 17 menteri non-partai dan 16 menteri asal partai, yakni tiga menteri dari Golkar, satu PKB, satu PBB, tujuh PDIP, dua PPP, dua PAN.
Sementara itu, Deputi Tim Transisi Hasto Kristiyanto mengatakan, pembatalan itu lantaran belum adanya pertimbangan dari DPR RI terkait pembentukan kementerian baru. “Kami paham begitu besar harapan masyarakat terhadap pengumuman kabinet Jokowi-JK. Tapi dalam hal ini, sebagai presiden yang taat sepenuhnya pada undang-undang, perlu mendengar dulu pendapat DPR,” kata Hasto di Jakarta, kemarin.
Hasto menegaskan, penundaan itu tidak akan berpengaruh pada jalannya pemerintahan. Pasalnya, undang-undang memang memberi waktu 14 hari sejak dilantik kepada presiden untuk membentuk kabinet.
Selain itu, lanjut Hasto, Presiden dan Wapres perlu pendalaman dan pengkajian secara berhati-hati, untuk menentukan calon menteri bagi kabinetnya. Ini, tuturnya, penting untuk menciptakan pemerintahan yang bersih. “Keterlibatan KPK dan PPATK cukup baik pada nama-nama itu sehingga kita mempertimbangkan masukan yang ada,” tambahnya.
sumber: jpnn.com