TOTABUAN.CO — Di daerah Mokpo-si, Korea Selatan terdapat dua buah batu yang dilihat sekilas mirip dengan sosok dua orang biksu yang mengenakan topi bambu tradisional Korea. Bentuk batu ini dianggap mirip dengan patung biksu Gatbawi yang berada di daerah Gatbawi-ro. Sebab itulah dua batu yang terletak di tepi laut ini ikut dinamai Batu Gatbawi. Nama Gatbawi sendiri jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti ‘batu topi’.
Menurut situs Atlas Obscura, Gatbawi adalah formasi batu pasir alami. Kedua batu yang bersebelahan ini merupakan salah satu tempat yang menjadi ikon daerah Mokpo. Sesungguhnya, batu-batu tersebut terbentuk karena proses geologis biasa. Hanya saja bentuknya yang unik menyebabkan masyarakat setempat mengaitkannya dengan sebuah kisah sedih tentang seorang pemuda dan ayahnya.
Menurut legenda, hiduplah seorang pemuda miskin bersama ayahnya. Suatu ketika sang ayah sakit parah, tetapi pemuda itu tak punya uang untuk mengantarnya berobat. Kemudian ia bekerja sebagai pelayan di rumah seorang penduduk kota yang kaya raya selama sebulan demi mengumpulkan biaya pengobatan bagi ayahnya. Tetapi setelah satu bulan berlalu majikannya ternyata tak sudi membayar upah.
Merasa putus asa, pemuda ini meratapi diri di tepi jalan. Lalu datang seorang biksu yang menghampirinya dan memberitahu kalau sakit ayahnya bertambah parah. Si pemuda pun bergegas pulang untuk menemui ayahnya. Tetapi begitu sampai di rumah ia mendapati orang tuanya itu sudah meninggal tanpa ada orang yang mengurusi jenazahnya.
Si pemuda lantas bertekad untuk menyiapkan pemakaman yang layak bagi ayahnya. Tetapi malang, saat menggotong peti jenazah seorang diri ia justru tak sengaja menjatuhkan peti itu ke laut.
Pemuda ini semakin merasa bersalah kepada mendiang ayahnya. Ia menyesali diri di tebing dekat laut tempat ia menjatuhkan peti ayahnya. Ia terus menyesali diri di sana selama berhari-hari, tanpa makan dan minum hingga akhirnya dia pun meninggal. Konon, beberapa waktu kemudian dari lautan muncullah kedua batu bertopi tersebut. Warga setempat percaya kalau kedua batu tersebut mewakili si pemuda dan ayahnya.
Sekarang batu di tepi perairan itu dikelilingi pagar pendek untuk mempermudah pengunjung untuk melihatnya. Jika mendaki jalan setapak menuju bukit, pengunjung bahkan bisa mencapai batu tersebut.
sumber : merdeka.com