TOTABUAN.CO — Harga minyak mentah AS anjlok hampir lima persen pada Selasa (14/10/2014) waktu setempat, (Rabu pagi WIB), karena Badan Energi Internasional (IEA) memangkas perkiraan permintaan minyaknya mengingat perlambatan pertumbuhan ekonomi di Asia dan Eropa.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November jatuh 3,90 dollar AS menjadi ditutup pada 81,84 dollar AS per barel di New York Mercantile Exchange, sebuah penurunan sebesar 4,5 persen.
Patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman November anjlok 3,85 dollar AS atau 4,3 persen, menjadi menetap di 85,04 dollar AS per barel, tingkat terendah sejak November 2010.
Sejak pertengahan Juni, WTI telah jatuh 24 persen dan Brent telah turun 27 persen.
IEA mengumumkan dalam laporan pasar Oktober pada Selasa bahwa mereka telah memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global untuk ketiga bulan berturut-turut.
Untuk tahun ini, mereka memperkirakan permintaan meningkat dengan hanya 700.000 barel per hari menjadi 92,4 juta barel per hari (mbpd), yang 200.000 barel per hari kurang dari perkiraan pertumbuhan sebelumnya.
Untuk 2015, lembaga memangkas estimasi permintaan global dari 93,8 juta barel per hari menjadi 93,5 juta barel per hari.
IEA juga menyebutkan “berlimpahnya” volume minyak mentah yang tersedia sebagai penyeret harga minyak turun, mengatakan September bisa berubah menjadi “permukaan air pasang” untuk pasokan.
Para pedagang minyak juga mendapat pengingat segar dari ekonomi Jerman yang kesulitan karena kementerian ekonomi Jerman mengungkapkan bahwa sekarang memperkirakan pertumbuhan ekonomi 1,2 persen pada 2014 dan 1,3 persen pada 2015, bukan perkiraan sebelumnya masing-masing 1,8 persen dan 2,0 persen.
Para analis juga mengaitkan kemerosotan minyak terhadap meningkatnya persaingan di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang anggotanya cenderung untuk berjuang bagi pangsa pasar daripada untuk mengurangi produksi.
“Minyak mentah terpukul keras karena pasar kemungkinan terdapat paradigma baru di pasar minyak dunia mengenai OPEC dikombinasi dengan laporan bulanan minyak yang lemah dari IEA dan pemangkasan prospek ekonomi oleh Jerman,” kata Matt Smith, analis di Schneider Electric.
Sumber: kompas.com