TOTABUAN.CO – CEO PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah mengatakan, saat ini kekuatan politik Jokowi-JK hanya sekitar 36,9 persen di bawah kekuatan para pendukung Prabowo Subianto yang banyak menguasai parlemen. Namun, menurut dia, politik tidak bisa dilihat dengan cara seperti itu saja.
“Tapi menurut saya, politik tidak bekerja berdasarkan itu. Apakah mungkin pemerintah bisa dijatuhkan?,” ujar Eep di Hotel JW Marriott Surabaya, Jawa Timur, Kamis (9/10) malam.
Dalam kesempatan itu, Eep juga menyinggung perkataan Ketua MPP PAN Amien Rais yang pernah mengatakan Jokowi-JK dikasih kesempatan memerintah satu tahun. “Belakangan, malah lebih cepat, Amien Rais memberi kesempatan (Jokowi – JK), hanya memerintah selama enam bulan,” lanjut dia.
Tapi menurut Eep, ancaman Amien Rais ini akan kandas. Sebab, tidak mudah menjatuhkan seorang presiden. Ada mekanisme rumit yang harus dilalui oleh lawan-lawan politik Jokowi-JK karena Indonesia adalah negara yang menganut sistem presidensial plus multi partai.
“Menurut saya tidak mudah. MPR maupun DPR, atau siapapun, tidak akan melakukan tindakan sembrono seperti itu (pemakzulan maupun menghentikan pelantikan). Pemilihan presiden sudah berjalan, dengan diformalitasi sistem politik yang sah,” katanya.
Kemudian sampai pelantikan pada tanggal 20 Oktober mendatang, lanjut Eep, jika ada hambatan rakyat tidak akan tinggal diam. Dia menilai rakyat sudah berikhtiar berusaha mencapai itu semua.
“Proses demokrasi dilalui dengan menggunakan pembiayaan anggaran negara yang cukup besar. Tetapi ya mungkin saja itu dilakukan, sekalipun dari sisi ketatanegaraan kalau itu dilakukan ada banyak jalan keluar, jadi saya tidak percaya kalau itu (penjegalan dan pemakzulan) akan berhasil,” ucapnya yakin.
Eep mengatakan pemakzulan terhadap pelantikan Jokowi akan berhasil kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang masih menjabat membiarkan itu terjadi. “Karena SBY memegang peranan penting sebagai kepala negara sekarang dan nanti dia akan mengambil peranan yang sangat signifikan kalau krisis itu terjadi pada 20 Oktober mendatang.” katanya.
“Tetapi saya percaya, SBY tidak melakukan itu. SBY jelas ingin dikenang sebagai presiden yang bertahan selama 10 tahun, kemudian mentransvisikan kekuasaan yang damai, yang tentram, bukan dalam keadaan krisis atau darurat kenegaraan,” imbuhnya.
Selain itu, ada empat kriteria yang diyakini mampu menjatuhkan presiden dari kursi kepemimpinannya. Yang pertama ,ada skandal yang secara definitif melibatkan presiden. Kemudian adanya kegagalan kebijakan. Ketiga, munculnya oposisi yang kuat baik dari dalam maupun dari gerakan sosial di luar.
“Yang terakhir adalah munculnya keresahan publik karena kebijakan-kebijakan yang diambil, sehingga masa depan rakyat terancam,” tandas dia
sumber: merdeka.com