TOTABUAN.CO — Indonesia menargetkan untuk menjual setidaknya 50 hak cipta penerbitan buku dalam bahasa Jerman di acara Frankfurt Book Fair (FBF) 2014. Buku-buku yang ditawarkan berupa buku sastra, nonsastra, dan buku anak.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti mengatakan penerbitan buku dalam bahasa Jerman dilakukan untuk persiapan Indonesia sebagai Guest of Honour (GoH) dalam FBF 2015.
Anggaran yang dipersiapkan pemerintah untuk penerjemahan buku mencapai Rp 18 miliar untuk sekitar 200 buku.
“Dengan mengikuti FBF menjadi upaya strategis untuk mempertemukan publisher-publisher di Indonesia dan berbagai macam negara karena sebagai satu ajang pameran buku terbesar dan tertua di dunia maka jumlah kunjungan diperhitungkan,” kata Wiendu saat acara “Look at Indonesia” yang mempromosikan 12 penerbit Indonesia di stan Indonesia dalam FBF 2014, di Frankfurt, Jerman, Rabu (8/10).
Wiendu mengatakan, banyak karya literatur Indonesia yang menarik perhatian dunia, tapi sayangnya belum dipromosikan secara maksimal. Untuk itu, menurutnya, posisi Indonesia sebagai GoH tahun depan akan meningkatkan pamor penerbit dan penulis buku.
Dalam FBF 2014, Indonesia menggelar banyak diskusi terkait literatur dan sastra Indonesia. Hal itu menarik minat cukup banyak pengunjung. Ditambah, situasi di stan Indonesia sudah dibuat sangat nyaman berbentuk seperti sebuah perpustakaan modern dan minimalis.
Wiendu mengatakan, Indonesia juga berniat untuk mengadakan pameran buku berskala internasional sekitar tahun 2016 atau 2017, sebagai tindak lanjut GoH di FBF 2015. Menurutnya, ajang seperti FBF memiliki dampak ekonomi yang menguntungkan.
“Bisa dibayangkan setiap FBF di Frankfurt, semua hotel penuh. Dampak ekonomi dari mega eventseperti ini sangat besar, tapi di Indonesia masih dipandang sebelah mata,” ujarnya.
Terkait persiapan Indonesia sebagai GoH dalan FBF 2015, Wiendu mengatakan proses penerjemahan masih mendapatkan kendala. Di antaranya, peraturan pemerintah Indonesia hanya membiayai penerjemahan dari Indonesia ke Jerman, padahal sudah banyak karya sastra dan literatur Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
“Jadi lucu, kita harus terjemahkan dulu buku yang sudah dalam bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, setelah itu baru diterjemahkan ke bahasa Indonesia, ” katanya.
Di sisi lain, biaya penerjemahan dari pemerintah masih tergolong kecil.
“Kami minta surat dari Asosiasi Penerjemah Jerman, per lembar Rp 480.000, sedangkan standar kita hanya Rp 100.000 per lembar maka harus dinaikkan. Ini sempat membuat lambat proses penerjemahan, ” tambah Wiendu.
Dalam ajang FBF 2014, diperkirakan total kunjungan selama lima hari acara, 8-12 Oktober 2014, mencapai 500.000 pengunjung.
Sekitar 60% pengunjung FBF merupakan kalangan bisnis dan penerbit buku. Ajang FBF tidak menjual buku sebagaimana pameran buku di Indonesia, tetapi bertujuan mempertemukan para penulis dengan penerbit atau penerbit lokal dengan penerbit asing untuk membicarakan penerjemahan atau pembelian dan penjualan hak cipta.
sumber: beritasatu.com