Oleh: Sucipto Potabuga
Gundah rasanya memamerkan catatan kecil dengan tajuk ini, ditengah kegaduhan kritikan publik terhadap Koalisi Merah Putih yang katanya “MERAH PUTIH Itu Bukanlah Bendera Kebangsaan Kami” dan sikap mereka adalah cermin bahwa DPR bukan lagi Dewan Perwakilan Rakyat, Tapi teralienasi menjadi Dewan Penghianatan Rakyat”.
Kritikan ini muncul ketika disahkannya UU Pilkada Tidak Langsung. Mungkin publik menganggap bahwa penulis adalah “orang dalam”, dan mungkin akan lebih menambah kecurigaan publik akan subjektivitas tulisan ini sehingga seolah-olah sekedar menjadi tameng atas “kealpaan” para wakil Rakyat dalam Koalisi Merah Putih menampung aspirasi masyarakat.
Sungguh kasihan Nasib Merah Putih yang “bukan lagi Bendera Kebangsaan Mereka”. Namun sekiranya penting juga bagi penulis memberanikan diri untuk meracik catatan ini mewakili suara hati para Manusia – manusia yang tergabung dalam KMP (Koalisi Merah Putih) yang “mengasihankan” itu, meski hanya sekedar untuk menetralisir pandangan sinis sebagian kalangan yang mungkin mereka adalah Anti Koalisi Merah Putih.
Disahkannya UU pilkada Tidak Langsung sangat jauh dari pembunuhan hak konstitusional masyarakat Indonesia. Mari kita lihat Sila ke-4 dalam butir Pancasila “Kerakyatan Yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan, Permusyawaratan dan Perwakilan”. ini menunjukan bahwa Kepala daerah bisa dipilih oleh perwakilan Rakyat.
Mungkin yang dikritik adalah hak berdemokrasi (Kedaulatan Rakyat) yang dianggap telah dikebiri oleh para penentu kebijakan di parlemen substansi “Dari Rakyat Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat” konon telah dihianati. Namun penulis coba untuk memberikan pemahaman yang mungkin kolot atau tak mempunyai referensi yang jelas, tentang makna Dari Rakyat, bahwa Kepala Daerah Semua adalah Lahir dari Rahim Rakyat.Oleh Rakyat, bahwa Kepala Daerah dipilih juga oleh Rakyat lewat Lembaga Perwakilan Rakyat. Untuk Rakyat, bahwa segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah harus selalu mengutamakan kepentingan Rakyat. Dalam dunia pemerintahan tentu ini sangat efektif, karena akan terjadi proses kawal dan imbang Chek and Balances antara kepala daerah dengan Perlemen. Demokrasi dalam proses perumusan kebijakan akan terjamin apabila (Chek and Balances) di antara tokoh dan lembaga perumus kebijakan public tersebut berjalan dengan lancar.
Dalam UU Nomor 22 Tahun 2003 dijelaskan bahwa DPRD memiliki peran untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah. Pertanyaanya, bagaimanaa mungkin kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat bisa diusulkan oleh DPRD untuk diberhentikan tanpa persetujuan rakyat?…sekalipun memang dengan dalil kepala daerah inkonstitusional. sehingga adalah pas, jika kepala daerah dipilih oleh DPRD dan bisa diusulkan untuk diberhentikan oleh DPRD. Mungkin kalimat itu juga yang akan menghantarkan para Manusia setengah Dewa dalam KMP pada tuduhan “Penginat Rakyat”.
Namun, ada sedikit penjelasan yang mungkin kurang berbobot dari penulis, bahwa ada problem hukum regulasi pilkada langsung, dimana peran sentral (Dominasi) Partai Politik ada pada setiap tahapan pilkada.
Dalam UU no 32 tahun 2004 dan peraturan pelaksananya memberikan kewenangan yang sangat besar kepada partai politik pada semua tahapan pilkada. Mulai dari kewenangan untuk membentuk panitia pengawas pilkada kemudian sulitnya pengajuan calon perseorangan serta melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pilkada.
Adalah sebuah keniscayaan bahwa pilkada langsung tidak serta-merta menjadikan kwalitas demokrasi di daerah meningkat. Seperti yang dijelaskan oleh Bagir Manan, bahwa Hal penting dari demokrasi bukan hanya masalah substansi, melaikan juga persoalan prosedur. Sehingga penting juga bagi seluruh elemen masyarakat untuk mendemokrasikan pilkada dari system sampai elemen teknis.
Tulisan ini tidak direncanakan menjadi ruang keluhan, namun setelah bergulirnya gagasan reformasi, demokratisasi dan desentralisasi, Toh ternyata Nasib Rakyat tidak banyak berubah. Menurut penulis, sebagai wujud komitmen dan konsistensi terhadap janji-janji politik para aleg yang tergabung dalam KMP yang pernah terucap dan terlanjur terdengar ditelinga rakyat mungkin saja adalah dengan disahkanya UU pilkada Tidak langsung. Mungkin, seiring dengan berlalunya waktu, rakyat sendirilah yang akan menilai dan merasakan karya-karya buah tangan Para Manusia Setengah Dewa itu. Wallahualam bisawab….