TOTABUAN.CO – Cerro Rico di Bolivia punya reputasi mengerikan, sebagai ‘gunung pemakan manusia’. Lebih dari 8 juta orang tewas di sana sejak Abad ke-16. Yang jadi korban adalah mereka yang berupaya menambang harta di sana.
Cerro Rico, yang juga disebut sebagai Cerro de Potosí atau Sumaq Urqu adalah salah satu gunung di Andes, dekat Kota Potosi yang kaya mineral. Tambang berusia 500 tahun yang ada di sana pernah menghasilkan perak yang bikin Kekaisaran Spanyol di masa lalu kaya raya.
Namun kini, gunung yang penuh terowongan menjadi jebakan kematian bagi para pria dewasa maupun remaja yang bekerja di sana — yang terpaksa memohon pada iblis agar nyawa mereka tak terpisah dari raga.
Di salah satu terowongan yang suram, bocah Marco menyekop batuan ke dalam gerobak. Tubuhnya ditutupi debu bercampur keringat. Selama 5 jam kerjanya, ia diharuskan membawa 35-40 muatan ke permukaan. Kadang ia harus bekerja di malam hari, sehingga ia masih bisa bersekolah.
Ibu Marco — yang memiliki 4 anak — pindah ke Cerro Rico, setelah suaminya meninggalkannya. Mereka tinggal di dekat pintu masuk terowongan, tanpa aliran air bersih, menggunakan tambang yang tak lagi terpakai untuk kamar mandi.
“Aku ingin kehidupan yang lebih baik, bukan bekerja di tambang…aku ingin jadi sarjana, cita-citaku jadi pengacara,” kata Marco, seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Kamis (2/10/2014). Namun, keluarganya tak akan bertahan hidup tanpa penghasilan remaja itu.
Sejak era kolonial Spanyol, 2 miliar ons perak diekstraksi dari gunung itu. Selama periode yang sama sekitar 8 juta orang diperkirakan tewas di Cerro Rico.
Kini, sekitar 15.000 penambang bekerja di gunung itu. Asosiasi janda lokal menyebut, 14 perempuan kehilangan suaminya tiap bulannya. Angka harapan hidup rata-rata di sana hanya 40 tahun.
Seperti siapapun yang bekerja di sana, Marco mengkhawatirkan keselamatannya. Pun dengan potensi silikosis, penyakit yang disebabkan karena menghirup debu. Ipar bocah itu bahkan tewas di usianya yang baru pertengahan 20-an tahun.
“Para penambang makan debu, lalu partikel tanah itu akan masuk ke paru-paru dan menyerangmu,” kata Olga, perempuan yang menyediakan jasa penitipan alat tambang di rumahnya.
Dua putra Olga, Luis (14) dan Carlos (15) ikut bekerja di bawah tanah, mendorong gerobak seperti Marco. Kadang mereka mulai mencari nafkah pukul 02.00 pagi, supaya tetap bisa sekolah.
Kecil-kecil, mereka bertaruh nyawa saban hari. Mereka pernah menghadapi kondisi bahaya, saat gas beracun keluar dari sela-sela batuan.
Karena itu lah, semua pekerja tambang — dewasa maupun yang masih bocah — mengunyah daun koka (coca), yang diyakini bisa menyaring debu yang masuk ke organ dalam mereka. Mereka juga mempersembahkan daun tersebut — bersama rokok dan alkohol–pada El Tio, iblis penguasa tambang.
Seluruh pebisnis tambang, yang jumlahnya 38, punya patung El Tio di terowongan yang mereka gunakan. “El Tio punya tanduk karena dia adalah dewa di kedalaman tanah,” kata Grover, majikan Marco. “Tiap Jumat kami berkumpul, melakukan ritual mengucap terimakasih karena dia memberi kami banyak mineral, juga melindungi para pekerja dari kecelakaan.”
Meski demikian, mereka bukanlah penganut animisme. “Di luar tambang kami beragama Katolik. Namun, saat memasuki terowongan, kami memuja iblis.”
Yang mengejutkan, baik Marco, Luis, dan Carlos bukanlah pekerja termuda di tambang. “Ada 10 murid yang datang ke sekolah dengan tangan melepuh, aku menduga mereka bekerja di tambang. Bocah itu berusia 8,9, 10 tahun…,: kata Nicolas Marin Martinez, kepala sekolah di satu-satunya lembaga pendidikan di dekat gunung, yang dioperasikan yayasan kemanusiaan Swiss, Voix Libres.
Perubahan aturan tenaga kerja terbaru memungkinkan anak-anak berusia 10 tahun bekerja di Bolivia, tapi bukan di tambang yang dianggap sangat berbahaya.
Jadi, mempekerjakan para bocah di tambang adalah tindakan ilegal.
Laporan lembaga ombudsman di Bolivia memperkirakan, ada 145 anak yang bekerja sebagai penambang. Perkiraan lain menyebut jumlah bocah yang dipekerjakan di gunung — termasuk memilah bijih mineral di luar tambang dan membantu menjaga mesin — ada 400 orang.
Presiden Bolivia Evo Morales yang mengincar masa jabatan ketiga dalam pemilihan 12 Oktober 2014 mendatang, berjanji mengembalikan kekayaan tanah negerinya pada rakyat.
IMF mengatakan, negara itu berhasil mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pendapatan perkapita hingga 3 kali lipat sejak Morales memerintah. Namun, warga termiskin di gunung terkaya belum merasakan manfaat dari klaim itu.
Angin surga kemajuan Bolivia belum dirasakan anak-anak pekerja tambang di Cerro Rico.
sumber: liputan6.com