TOTABUAN.CO — Minimnya infrastruktur selalu menjadi titik lemah dalam struktur perekonomian Indonesia. Namun, mulai 2015, masyarakat dan pelaku usaha bisa lebih optimistis dengan perbaikan infrastruktur.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, selain terbatasnya anggaran, pembangunan infrastruktur selama ini juga banyak terkendala oleh sulit dan rumitnya pembebasan lahan.
“Nah, 2015 nanti kita sudah punya obatnya, yakni undang-undang akuisisi lahan,” ujarnya kemarin (26/9).
Ucapan Bambang tersebut merujuk pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Menurut dia, undang-undang tersebut bisa menjadi senjata pemerintah untuk mempercepat pembebasan lahan.
“Jadi untuk pemerintahan mendatang, harus secepat mungkin memanfaatkan undang-undang tersebut,” katanya.
Bambang mencontohkan betapa kendala pembebasan lahan menjadi penghalang pembangunan infrastruktur strategis seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2.000 megawatt (MW) di Batang, Jawa Tengah.
Padahal, pendanaan dan konsorsium kontraktornya sudah siap. “Yang seperti ini akan bisa diselesaikan dengan undang-undang yang baru,” ucapnya.
Seiring berlakunya undang-undang tersebut, pemerintah menyiapkan Badan Layanan Umum (BLU) yang akan fokus mengurus pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur.
Nantinya, 30 persen dari total pembebasan lahan akan disiapkan BLU, sedangkan 70 persen lainnya menggunakan pendanaan eksternal seperti perbankan. Pada tahap awal, pemerintah menyiapkan Rp 3,5 triliun yang berfungsi sebagai dana talangan.
Menteri Keuangan Chatib Basri menyebut, satu hal penting dari keberadaan undang-undang tersebut adalah timeline atau jadwal pembebasan. Sebab, selama ini pembebasan lahan juga terhambat karena penjual seringkali meminta harga yang terlalu tinggi.
Masalahnya, dalam beberapa kasus, kebanyakan lahan yang menjadi target pembebasan sudah dikuasai oleh mafia tanah, sehingga negosiasi menjadi lebih sulit. “Dengan UU ini, kalau ada dispute (sengketa) maka harus diselesaikan di pengadilan, sehingga tidak berlarut-larut,” jelasnya.
Chatib mencontohkan, jika tanpa kendala pembebasan lahan, maka pembangunan infrastruktur bisa dilakukan dalam waktu sangat cepat. Itu terbukti dari pembangunan jalan tol atas laut di Bali yang selesai dalam waktu 12 bulan.
“Tol itu menjadi success story (kisah sukses), sehingga kini muncul ide pembangunan tol atas laut di sepanjang Pantura,” katanya.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy S. Priatna mengakui, banyak sekali proyek infrastruktur yang direncanakan pemerintah gagal terealisasi atau setidaknya molor pengerjaannya.
“Permasalahannya kompleks, salah satu yang utama adalah pembebasan lahan,” ujarnya.
Dedy mencontohkan, dari puluhan proyek pembangunan infrastruktur yang masuk skema kerjasama pemerintah dan swasta atau public private partnership (PPP) yang ditargetkan pemerintah, hanya satu yang selesai pada 2013 lalu, yakni tol atas laut di Bali yang selesai tepat waktu karena tidak terkendala pembebasan lahan.
Sumber: jpnn.com