TOTABUAN.CO — Penyerapan beras oleh Perum Bulog Divre Jatim sudah mencapai 70 persen atau sebanyak 725 ribu ton dari target yang dipatok 1,1 juta ton. Bulog optimistis realisasi penyerapan hingga akhir tahun bisa sesuai dengan target.
Kepala Perum Bulog Divre Jatim Rusdianto mengatakan, musim kemarau yang melanda Jatim tidak sampai mengancam target penyerapan beras pada kuartal keempat tahun ini. Diyakini, 30 persen dari sisa target atau sebesar 375 ribu ton bisa tertutup dari hasil panen pada September dan Oktober.
“Tercatat, masih ada 15 persen lahan yang siap panen atau seluas 300 ribu hektare. Areal tersebut tersebar di sejumlah wilayah seperti Banyuwangi, Ngawi dan Pasuruan. Memang, menjelang akhir tahun seperti sekarang produksi padi mengalami penurunan. Kondisi itu merupakan tren tahunan, jadi bukan karena musim kemarau,” kata Rusdianto, kemarin (25/9).
Pihaknya juga menggenjot penyerapan dengan memotong mata rantai distribusi. Jadi, yang biasanya mengambil beras dari penggilingan padi besar, sekarang langsung ke penggilingan padi skala kecil.
“Selain itu kami juga bekerja sama dengan gabungan kelompok tani. Apalagi kami bayar cash dengan jumlah tidak terbatas, tentu itu bisa membuat mereka tertarik,” tandas dia.
Sedangkan dari segi harga, harga gabah di pasaran cenderung stabil. Harga gabag di penggilingan sebesar Rp 4.500-4.800 per kg. Harga itu lebih tinggi dibandingkan HPP (harga pembelian pemerintah) sebesar Rp 4.300 per kg. Sedangkan untuk harga beras kualitas medium sebesar Rp 6.700-6.900 per kg yang juga lebih tinggi dari HPP Rp 6.600 per kg.
Sementara stok beras Bulog tercatat 496 ribu ton yang cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 11 bulan ke depan atau hingga Agustus 2015. Stok tersebut dialokasikan untuk raskin, cadangan beras pemerintah, bencana alam, dan untuk kebutuhan provinsi lain seperti NTT, Bali, Papua, Kalimantan serta Sumatera.
“Nah dengan stok yang melimpah tersebut, Jatim tidak memerlukan beras impor. Terkait rencana impor beras oleh pusat, selama ini divre Jatim hanya sebagai tempat penyimpanan beras impor seperti terjadi pada 2011 dan 2012 lalu. Beras itu disimpan di gudang-gudang di divre Jatim, baru kemudian didistribusikan ke Indonesia Timur,” tandas dia.
Sumber: jpnn.com