TOTABUAN.CO — Bubar dan pupus sudah harapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) berjalan dengan demokratis dengan melibatkan rakyat secara langsung. Ingar bingar pilkada dan munculnya sosok-sosok baru kepemimpinan daerah dinihilkan dengan munculnya Undang-undang Pilkada melalui mekanisme DPRD yang disahkan DPR dalam rapat paripurna pagi dini hari tadi di Jakarta.
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi melihat skenario kemenangan kubu pendukung pilkada langsung menjadi berantakan karena ulah fraksi demokrat yang walk out. Fraksi Demokrat berkilah, usulan sepuluh poin perbaikan pilkada langsung tidak diakomodasi di rapat paripurna sehingga pihaknya memilih keluar meninggalkan rapat paripurna.
“Justru saya anggap sikap Fraksi Demokrat ini seperti setengah hati dalam menyikapi RUU Pilkada. Instruksi SBY yang meminta Demokrat untuk memperjuangkan pilkada langsung sepertinya menjadi retorika politik ala SBY. Pura-pura demokratis tetapi justru sebaliknya. Kelihatan sekali sikap politik SBY dan Demokrat plintat-plintut. SBY dan Demokrat akan tercatat di nisan kuburan kematian demokrasi,” urai Ari Junaedi kepada merdeka.com, Jumat (26/9).
Menurut pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) ini, jika saja Fraksi Demokrat tidak melakukan walk out dan bersama-sama dengan barisan PDIP, PKB dan Hanura maka hasil voting RUU Pilkada akan menghasilkan keputusan lain.
“Tetapi harapan untuk kehidupan demokratis tidak boleh musnah karena sikap SBY dan Demokrat. Mahkamah Konstitusi menjadi pintu palang terakhir untuk meninjau kembali keabsahan legal undang-undang pilkada,” ujarnya.
Menurut Ari, kini anggota DPRD di hampir semua daerah bisa tertawa lebar karena solusi untuk membayar utang akibat Surat Keputusan (SK) pengangkatan yang dijaminkan di perbankan sudah ada solusinya.
“Prospeknya ada pada calon kepala daerah yang akan maju di Pilkada,” tandas Ari Junaedi yang juga dosen S2 di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini.
Sumber: merdeka.com