TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU–Rencana pemerintah soal pemilihan tidak langsung terus menjadi prokontra di kalangan bupati walikota se Indonesia. Kalau Bupati Kabupaten Bolmong Timur (Boltim) Sehan Landjar tak setuju dengan pemilihan tidak langsung, wakil wali kota Kotamobagu Jainudin Damopolii malah mendukung soal rancangan undang-undang pemilihan walikota dan bupati untuk disahkan.
” Secara pribadi soal RUU tentang pemilihan kepala daerah di pilih oleh DPRD, memang ada baiknya juga. Tentu ini sudah dikaji dengan dasar hukum yang kuat,” kata Jainudin.
Ia menilai, banyak faktor yang membuat pemerintah mengusulkan kenapa pemilihan kepala daerah itu dilakukan secara tidak langsung. Yang pertama kata Jainudin, kos setiap kali pelaksanaan pilkada sangat besar.
” Untuk anggaran di Pilkada di satu daerah saja, biayanya mencapai 15 Miliar. Itu belum termasuk jika terjadi putaran kedua. Bayangkan kalau itu terjadi pilkada secara serentak. Berapa biaya lagi yang harus ditanggung oleh pemerintah. Kalau dana itu sudah dibangun infrastruktur, kan lumayan,” kata Jainudin yang pernah mencalonkan diri maju sebagai calon wakil bupati lewat DPRD ini.
Soal apa yang menjadi protes Apkasi terkait RUU Pilkada, dia menilai itu sah-sah saja. Namun baginya ada baiknya jika itu dilakukan oleh DPRD, dengan pertimbangan serta pengalaman yang terjadi. “Contoh kalau Pilkada langsung banyak terjadi konflik sosial di masyarakat. . Biaya pencitraan mahal. Banyak PNS jadi korban akibat konflik Politik. Nah untuk mengembalikan itu perlu waktu. Banyak kepala daerah yang masuk incaran KPK, karena kasus koruspi karena itu tadi. Biaya Pilkada yang dikeluarkan cukup besar,” pungkasnya. (Has)