TOTABUAN.CO BOLMONG–Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Hal ini dikatakan Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Bolaang Mongondow (AMABOM), Jemmy Lantong.
Menurut Jemmy, dalam salinan yang diperolehnya melalui Pengurus Besar (PB) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), peraturan tersebut ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Juli 2014, dan diundangkan pada 11 Juli 2014.
“Ini adalah bentuk pengakuan dan penghormatan pemerintah pada kesatuan-kesatuan masyarakat adat serta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI,” kata Jemmy, Minggu (10/08).
Lanjutnya, dalam Permendagri nomor 52 tahun 2014 itu dijelaskan, masyarakat hukum adat adalah warga negara Indonesia yang memiliki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adatnya, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal, terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun.
“Sedangkan yang dimaksud dengan wilayah adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau perairan beserta sumber daya alam yang diatasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau hutan adat,” jelasnya.
Ditambahkan, pemerintah daerah juga diminta membentuk panitia pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
“Bupati membentuk panitia masyarakat hukum adat. Struktur organisasinya terdiri dari Sekda sebagai ketua, kepala SKPD yang membidangi pemberdayaan masyarakat sebagai sekertaris dan kepala bagian hukum serta camat sebagai anggota bersama dengan SKPD terkait,” ujarnya dengan menegaskan, struktur tersebut ditetapkan dengan keputusan Bupati.
Tak hanya itu, Peraturan tersebut terdiri dari VII Bab seperti, Ketentuan Umum pada bab I, pembentukan panitia pada bab II, tahapan pengakuan dan perlindungan pada bab III, penyelesaian sengketa pada bab IV, pembinaan dan pengawasan pada bab V, pendanaan pada bab IV, dan ketentuan penutup pada bab VII. “Pada bab VI soal pendanaan, sedala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, dibebankan pada APBD,” tandasnya.
Sekertaris Daerah (Sekda) Drs Farid Asimin MAP ketika dikonfirmasi mengatakan, akan segera menindaklanjuti Permendagri tersebut.
“Jika sudah ada pemda siap menindaklanjuti dan melaksanakan. Kita masih menunggu salinanya karena sampai sekarang belum masuk di Pemda,” kata Asimin.
Kepala Bagian Hukum Pemda, Hardiman Pasambuna mengatakan, pemda akan melakukan pengkajian karena menyangkut hak-hak masyarakat hukum adat. “Permendagri nomor 52 thn 2014 masih dipelajari/dikaji, ini menyangkut hak-hak masyarakat hukum adat (adat recht) yang harus dilindungi walaupun sifatnya hukum tidak tertulis dan perlu diatur/ditata dalam bentuk perda,” ujarnya. (Has)