TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU—Setelah pengelolaan pajak bumi dan bangunan (PBB) diserahkan di daerah yang berlaku per 1 Januari 2014, sejumlah warga saat ini bingung dengan adanya penetapan PBB yang baru.
Seperti yang dituturkan salah satu warga, bahwa dari surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) yang diterima tertera angka 0. Padahal tahun sebelumnya, dia membayar pajak dengan nominal sekira 27 ribu lebih.
‘’Sekarang saya aneh. Kok untuk SPPT tahun ini saya sepertinya tidak harus membayar,’’ ujarnya, sembari menunjukkan SPPTnya.
Secara pribadi pihaknya merasa diuntungkan, namun jika hal ini dikembalikan ke daerah tentunya ini sangat merugikan. ‘’Bukankah PBB menjadi salah satu pendapatan asli daerah (PAD). Dan ini tentunya sangat perpengaruh dalam pendapatan atau target PBB nanti,’’ kata pria tersebut.
Dirinya hanya takut jangan-jangan sistem yang ada saat ini salah menentukan nilai pajak. Selain masalah tersebut, pihaknya juga merasa pembayaran saat ini sangat sulit dibandingkan pembayaran pada tahun lalu. ‘’ Misalnya hanya untuk membayar pajak 27 ribu saja saya harus antri dari jam 9 pagi sampai pukul dua siang,’’ ujarnya mengeluh.
Dikonfirmasi kepada Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Aset Daerah (DPKAD) Abdullah Mokoginta, membenarkan. Bahwa ada warga yang dalam SPPTnya nilainya 0 atau tidak membayar.
‘’Memang ada yang tidak bayar. Dan itu sudah berdasarkan perda (peraturan daerah) yang disetujui bersama DPRD,’’ kata Mokoginta, didampingi Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PBB dan PBHTB, Erwin Damopolii.
Sehingga, tidak ada yang salah dalam sistem yang ada saat ini, hanya saja Perda yang menentukan seperti itu. Terkait pelayanan pembayaran, menurut Abdullah pihakmya sudah berkoordinasi dengan pihak Bank Sulut, agar menambah loket pembayaran PBB.
‘’Bahkan ada loket mobile yang akan menarik retribusi setiap hari sesuai jadwal ke semua kecamatan yang ada,’’ tutur mantan sekertaris KPU Kotamobagu ini.
Ditambahkan Erwin, saat ini memang perlu adanya revisi terhadap perda nomor 3 tahun 2011 tentang PBB kota dan desa.
‘’Karena nilai jual objek pajak (NJOP) tkp untuk Kotamobagu terlalu tinggi. Selain itu dalam perda juga tidak ada tarif dasar yang ditentukan. Sehingga ketika dilakukan perhitungan ada yang mendapatkan angka nol,’’ kata Erwin. (Has)