TOTABUAN.CO BOLMONG — Kasus HIV di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) kembali menjadi sorotan setelah Dinas Kesehatan Bolmong mencatat tiga warga meninggal dalam dua tahun terakhir. Data menunjukkan tren kasus masih terjadi dan bahkan menyentuh kelompok usia produktif.
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Bolmong pada 2025 tercatat 7 kasus baru, terdiri dari 6 laki-laki dan 1 perempuan, dengan 1 pasien meninggal dunia.
Tahun 2024 juga ditemukan 7 kasus, dan 2 di antaranya meninggal dunia.
“Dari karakteristik kasus yang terdata, sebagian besar pasien berada pada rentang usia produktif, dan memiliki riwayat sebagai pekerja tambang serta pekerja luar daerah,” ujar
Emi Aleda, SKM.MM, Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Dinaa Kesehatan Bolmong Senin (24/11).
Emi mengatakan, pasien yang meninggal pada tahun 2025 merupakan laki-laki.
Kondisi ini menunjukkan bahwa risiko penularan HIV masih sangat tinggi, terutama di komunitas pekerja dengan mobilitas dan interaksi sosial yang luas.
Selain penanganan kuratif, Dinas Kesehatan terus memperkuat langkah promotif dan preventif. Upaya yang dilakukan meliputi sosialisasi dan edukasi HIV/AIDS ke sekolah, desa, dan komunitas berisiko.
Pendampingan berkelanjutan bagi pasien HIV agar rutin menjalani terapi antiretroviral (ARV).
Screening dan konseling secara berkala di wilayah yang memiliki mobilitas penduduk tinggi.
Kabar baiknya, saat ini pasien HIV di Bolmong tidak perlu lagi melakukan perjalanan ke Manado untuk mengambil obat ARV. Sebab, layanan pengobatan kini sudah tersedia melalui Puskesmas PDP (Pengelola Program HIV) di Puskesmas Lolak, Puskesmas Imandi dan Puskesmas Pangian.
Dengan tersedianya layanan ini di tingkat daerah, diharapkan pasien dapat lebih mudah mengakses obat dan melakukan kontrol kesehatan rutin tanpa terkendala jarak.
Dinkes Bolmong menegaskan bahwa penanganan HIV bukan hanya soal pengobatan, tetapi juga perubahan perilaku, kesadaran masyarakat, serta dukungan lingkungan sosial.
Masyarakat diimbau untuk melakukan tes HIV secara sukarela jika merasa berisiko.
Tidak melakukan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).
Mengedepankan pola hidup sehat dan perilaku seksual yang aman.
Dengan meningkatnya awareness dan diperkuatnya layanan kesehatan di daerah, diharapkan angka kasus HIV bisa ditekan dan pasien yang sudah terinfeksi dapat menjalani hidup lebih sehat, produktif, dan bernilai. (*)






