Malam itu, Rabu (29/10), hujan turun deras di Desa Muntoi Timur, Kecamatan Passi Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow. Hujan yang semula dianggap biasa oleh warga, berubah menjadi mimpi buruk ketika suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari arah hulu sungai.
“Suaranya seperti batu berguling. Semakin lama makin besar,” kenang Burhanudin Mokodompit, Sangadi (Kepala Desa) Muntoi Timur.
Ia segera keluar rumah, dan air sudah hampir setinggi lutut. Arus yang datang deras membawa potongan kayu dan batu besar, menghantam apa pun yang dilaluinya.
Malam itu warga berlarian, menjerit memanggil satu sama lain di tengah gelap dan derasnya hujan.
“Kami tidak sempat menyelamatkan barang. Yang penting bisa keluar dari rumah,” ujar Burhanudin.
Dalam hitungan menit, beberapa rumah di bantaran sungai roboh. Suara air bergemuruh menelan sunyi malam.
Keesokan paginya, pemandangan di Muntoi Timur nyaris tak dikenali. Sungai yang dulunya tenang kini berubah jalur. Batang-batang pohon tumbang melintang di tengah aliran air. Jalan desa tertutup lumpur, sementara warga sibuk membersihkan sisa lumpur dari rumah mereka. Anak-anak membantu menimba air, sementara para ibu menjemur pakaian yang masih basah.
Berdasarkan data BPBD Bolaang Mongondow, tercatat 60 rumah terdampak akibat banjir bandang di Kecamatan Passi Barat. Rinciannya, 37 rumah di Desa Muntoi Timur dan 23 rumah di Desa Lobong. Beberapa di antaranya mengalami rusak berat, sebagian rusak sedang.
Di tengah suasana duka itu, Bupati Bolaang Mongondow, Yusra Alhabsyi, datang meninjau langsung lokasi bencana. Dengan sepatu bot dan pakaian sederhana, ia berjalan di antara puing-puing kayu dan bebatuan, menyapa warga yang masih membersihkan rumah mereka.
“Saya tahu ini berat, tapi kalian tidak sendiri. Pemerintah akan bersama kalian,” ucap Bupati Yusra memberi semangat kepada warga.
Ia memastikan bahwa bantuan logistik dan kebutuhan darurat segera disalurkan kepada warga terdampak.
Dalam kunjungan itu, Bupati juga menyalurkan bantuan berupa bahan makanan. Kehadiran Bupati Yusra menjadi penghibur di tengah kelelahan warga yang sejak malam belum beristirahat. “Kami merasa diperhatikan. Kehadiran Bupati membuat kami lebih kuat,” kata Burhanudin.
Meski kerusakan cukup parah, warga perlahan mulai bangkit. Mereka bergotong royong membersihkan jalan, memperbaiki rumah, dan menata kembali kehidupan mereka. Di setiap sudut desa, terlihat semangat yang tumbuh dari kepedulian dan kebersamaan.
Menjelang sore, matahari muncul di balik awan kelabu. Cahayanya jatuh di atas sisa lumpur dan batu-batu besar di tepi sungai. Di tengah luka dan lelah, tersimpan tekad untuk bangkit karena Muntoi Timur tahu, meski air bah sempat memporak-porandakan desa, semangat mereka tak akan pernah hanyut. (*)






