TOTABUAN.CO BOLMONG — Aroma dugaan penyimpangan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2024 di Desa Pusian Selatan, Kecamatan Dumoga Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), mulai terendus aparat penegak hukum.
Rabu (29/10/2025), penyidik dari Kejaksaan Cabang Dumoga memeriksa sejumlah perangkat desa terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan anggaran miliaran rupiah tersebut.
Pantauan di kantor Kejaksaan Cabang Dumoga sekitar pukul 13.57 WITA, suasana tampak tegang. Satu per satu perangkat desa dipanggil masuk ke ruang pemeriksaan. Terlihat seorang bendahara desa datang mengenakan pakaian terusan bermotif biru tua sebelum akhirnya menghilang di balik pintu ruang penyidik.
Sumber internal menyebutkan, pemeriksaan ini berkaitan dengan laporan resmi dari Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pusian Selatan, Simon Likulangi. Dalam laporannya, Simon menuding adanya dugaan kuat penyelewengan anggaran desa, termasuk dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan sejumlah proyek fisik yang bersumber dari Dana Desa tahun 2024.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, aparat kejaksaan tengah menelusuri aliran dana serta memeriksa dokumen administrasi yang diduga tidak sesuai dengan realisasi di lapangan. Beberapa proyek infrastruktur juga disebut fiktif dan tidak sesuai dengan laporan pertanggungjawaban.
“Pemeriksaan masih dalam tahap klarifikasi. Jika ditemukan cukup bukti, tentu akan ditingkatkan ke tahap penyelidikan,” ujar salah satu sumber di lingkungan kejaksaan yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejaksaan Cabang Dumoga belum memberikan keterangan resmi. Namun, pemeriksaan terhadap sejumlah perangkat desa dipastikan akan berlanjut.
Kasus dugaan korupsi ini menjadi sorotan publik di wilayah Dumoga Timur. Masyarakat mendesak aparat hukum untuk menuntaskan kasus ini tanpa pandang bulu. Sebab, Dana Desa sejatinya diperuntukkan bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, bukan untuk memperkaya segelintir oknum.
Jika benar terbukti ada penyelewengan, maka pihak yang terlibat dalam praktik kotor ini terancam dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman penjara hingga puluhan tahun. (*)






