TOTABUAN.CO BOLSEL — Arvan Ohy, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), digadang-gadang salah satu pejabat Bolaang Mongondow Raya akan masuk dilingkup Pemprov Sulawesi Utara (Sulut).
Ia diketahui telah selesai mengikuti tahapan job fit. Bila benar-benar terwujud, kursi Sekda Bolsel otomatis akan kosong.
Namun, kekosongan ini bukan sekadar pergantian jabatan. Posisi Sekda adalah jantung birokrasi daerah. Ia menjadi motor penggerak, koordinator antar perangkat daerah, sekaligus penopang utama kebijakan bupati. Siapa pun yang ditunjuk menggantikan Arvan Ohy akan sangat menentukan arah pemerintahan di Bolsel di bawah kendali Bupati Iskandar Kamaru dan Wakil Bupati Deddy Abdul Hamid.
Kini, semua mata tertuju pada Iskandar Kamaru. Keputusan yang akan ia ambil tidak hanya bersifat administratif, melainkan juga sarat makna politik. Pilihannya akan dibaca publik sebagai penanda arah. Apakah ia lebih mengedepankan pertimbangan kewilayahan sebagai janji yang ditunggu, atau memilih jalan rasional dengan mengutamakan kapasitas birokrasi.
Salah satu isu yang kembali mencuat adalah janji politik kepada kader Bolaang Uki. Selama hampir dua dekade, masyarakat Bolaang Uki menanti realisasi janji bahwa putra daerah mereka akan dipercaya menduduki kursi Sekda. Namun hingga kini, janji tersebut belum pernah terwujud.
Kesempatan kosongnya kursi Sekda kali ini dianggap sebagai momentum paling tepat. Jika Bupati Iskandar menepati janji itu, langkahnya akan dikenang sebagai penegasan keadilan kewilayahan. Tetapi jika tidak, maka kekecewaan bisa kembali merebak, bahkan mungkin menorehkan catatan pahit di akhir kepemimpinannya.
Meski demikian, realitas birokrasi tetap menjadi pagar yang tak bisa ditembus hanya dengan retorika politik. Regulasi mengharuskan calon Sekda setidaknya dua kali menduduki jabatan eselon II. Tujuannya sederhana namun penting. Yakni memastikan figur yang dipilih memiliki pengalaman manajerial yang matang untuk mengendalikan birokrasi daerah.
Sebab Sekda bukan hanya simbol politik. Ia adalah pengendali ritme kerja aparatur, penjaga disiplin ASN, sekaligus penjamin bahwa program pembangunan berjalan sesuai visi-misi kepala daerah. Tanpa kapasitas itu, janji politik yang dipenuhi sekalipun akan kehilangan makna, bahkan berpotensi menimbulkan instabilitas.
Pilihan siapa yang akan menduduki kursi Sekda Bolsel kini menjadi ujian diakhir masa kepemimpinanya bagi Bupati Iskandar Kamaru. Keputusan itu akan mencatatkan dirinya, apakah sebagai pemimpin yang berani menepati janji lama, atau sebagai sosok yang lebih memilih jalan aman demi menjaga ritme birokrasi.
Apapun pilihannya, publik Bolsel akan menilai. Jika janji kepada kader Bolaang Uki kembali ditunda, maka risiko politik berupa kekecewaan akan sulit dihindari. Sebaliknya, bila janji itu ditunaikan dengan tetap memilih figur yang mumpuni, Iskandar akan dikenang sebagai pemimpin yang mampu menyeimbangkan janji politik dan rasionalitas birokrasi.
Kini, Bolsel menanti dengan penuh harap. Kursi Sekda bukan sekadar jabatan, melainkan simbol keadilan, kapasitas, dan arah masa depan daerah. Di tangan Bupati Iskandar Kamaru, sejarah akan mencatat, apakah janji yang lama menggantung akan menemukan jawabannya, atau justru kembali menjadi cerita yang hanya bergaung tanpa akhir. (*)
