TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU – Sudah satu tahun berlalu, kasus dugaan penggelapan dana Bimbingan Teknis (Bimtek) kepala desa (Sangadi) di Kota Kotamobagu masih gelap. Dana yang bersumber dari Dana Desa itu hilang tanpa kejelasan. Namun yang lebih mengejutkan, para Sangadi yang menjadi korban justru memilih diam.
Padahal, uang yang mereka setorkan kepada panitia untuk kegiatan Bimtek aparatur desa di Bandung tak pernah kembali. Kegiatan yang semestinya menjadi wadah peningkatan kapasitas aparatur desa itu, justru berubah menjadi mimpi buruk.
“Kasus penggelapan dana Bimtek Sangadi di Kotamobagu itu sangat jelas. Karena sumber dananya dari Dana Desa,” tegas Erwin Hatam, penggiat anti-korupsi Bolaang Mongondow Raya.
Ia pun mempertanyakan mengapa aparat penegak hukum (APH) lamban, dan sebaliknya, para Sangadi yang dirugikan justru bungkam.
“Yang patut dicurigai, kenapa para Sangadi yang jadi korban, justru malah diam,” ujarnya menohok.
Diamnya para Sangadi menimbulkan spekulasi. Apakah ada tekanan tertentu. Atau ada kompromi di balik kasus ini. Yang pasti, menurut salah satu Sangadi yang enggan disebutkan namanya, kini justru mereka yang dihadapkan pada tuntutan laporan pertanggungjawaban anggaran.
“Sekarang kami yang disuruh bertanggung jawab. Tapi uangnya ke mana. Kami harus ambil dari mana,” ungkapnya.
Nominal dana yang hilang tidak kecil. Jika ditotal, jumlah setoran mencapai ratusan juta rupiah. Dana negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan desa, malah raib begitu saja.
Nama dua oknum dari Dinas PMD Kota Kotamobagu, yakni TM (Kadis PMD) dan RK (staf dinas), disebut-sebut sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Namun hingga kini, kasus ini belum juga diusut tuntas.
Publik pun kian heran, mengapa para Sangadi yang mestinya bersuara, justru diam. Apakah karena takut, atau sudah ada kesepakatan yang membuat para Sangadi bungkam.
Yang jelas, di tengah diamnya para Sangadi, kasus ini semakin mencoreng nama baik pemerintah desa dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan Dana Desa. (*)
