TOTABUAN.CO BOLMONG–Kasus viral terkait pelayanan kesehatan di RSUD Datoe Binangkang, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), terus menjadi sorotan publik. Keluhan keluarga pasien yang akan menjalani operasi melahirkan, lalu diunggah ke media sosial hingga viral, kini berujung pada langkah tegas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bolmong.
Melalui Majelis Kode Etik ASN, Pemkab Bolmong resmi memproses dua ASN yang diduga lalai dalam menjalankan tugas. Proses ini menandai keseriusan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa setiap ASN, khususnya yang bertugas di sektor pelayanan publik, benar-benar menjaga disiplin, etika, dan profesionalitas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Bolmong, Umarudin Amba, mengaku telah menggelar sidang kode etik pada Jumat (26/09/2025). Sidang ini memeriksa dua orang dokter berstatus ASN di RSUD Datoe Binangkang yang diduga terlibat langsung dalam peristiwa pelayanan yang memicu keluhan keluarga pasien.
“Sidang sudah kami lakukan. Namun, hasil putusan belum bisa disampaikan ke publik. Itu masih akan kami laporkan terlebih dahulu ke Bupati,” jelas Amba Sabtu 27 September 2025.
Tak berhenti di situ, Umarudin menegaskan bahwa dua ASN lain yang juga bertugas di RSUD Datoe Binangkang akan segera dipanggil. Mereka akan menghadapi sidang kode etik, karena dinilai memiliki keterkaitan dengan kasus yang sama.
Menurut Umarudin, sidang ini tidak semata-mata mencari siapa yang salah, tetapi lebih pada upaya mengembalikan marwah ASN sebagai abdi negara. Sebab, ASN tidak hanya bertugas melaksanakan pekerjaan teknis, tetapi juga wajib memegang teguh etika, menjaga nama baik instansi, dan memberikan pelayanan yang bermartabat kepada masyarakat.
“ASN adalah wajah pemerintah. Mereka tidak boleh bertindak sembarangan, apalagi sampai melontarkan ucapan atau melakukan tindakan yang menimbulkan keresahan publik. Itulah mengapa sidang kode etik ini penting, untuk memastikan setiap ASN tetap berada dalam koridor aturan,” tegasnya.
Hal ini sejalan dengan UU ASN yang menekankan etika profesi, etika publik, serta etika organisasi. Pelanggaran terhadap hal-hal tersebut bisa berimplikasi pada sanksi, mulai dari teguran tertulis hingga hukuman disiplin berat.
Sebelumnya Bupati Bolmong, Yusra Alhabsyi, ikut memberikan perhatian serius terhadap kasus ini. Usai peristiwa viral tersebut, ia bahkan langsung memimpin rapat bersama manajemen RSUD Datoe Binangkang dan Dinas Kesehatan untuk mengevaluasi sistem pelayanan rumah sakit.
Dalam arahannya, Yusra menegaskan bahwa Pemkab Bolmong tidak akan menoleransi ASN yang melanggar kode etik atau lalai dalam menjalankan tugas.
“ASN itu digaji oleh negara untuk melayani rakyat, bukan untuk memperkeruh keadaan. Jika ada kendala, harus diselesaikan secara internal sesuai prosedur. Jangan sampai keluar dan membuat masyarakat resah,” tegas Yusra.
Bupati juga menekankan bahwa ketersediaan obat maupun alat medis memang bisa mengalami kendala teknis di berbagai rumah sakit. Namun, ASN tidak boleh gegabah menyampaikan keluhan secara emosional ke ruang publik.
“Itu hanya akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Padahal, pelayanan kesehatan adalah ujung tombak kepercayaan publik,” tegasnya.
Kasus RSUD Datoe Binangkang kini menjadi cermin penting bagi seluruh ASN di Bolmong. Pemerintah ingin memastikan bahwa setiap aparatur benar-benar paham konsekuensi dari jabatan yang diemban. Melayani masyarakat bukan sekadar tugas, melainkan amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
Dengan langkah tegas ini, Pemkab Bolmong ingin mengirim pesan bahwa tidak ada kompromi untuk pelanggaran etika ASN, terlebih di sektor vital seperti kesehatan. Harapannya, peristiwa ini menjadi pelajaran berharga agar ke depan pelayanan publik semakin profesional, transparan, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. (*)