TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU — Malam di Kotamobagu biasanya berjalan tenang. Lampu jalan berpendar lembut, suara kendaraan mulai berkurang, dan udara sejuk perlahan menyelimuti kota kecil di jantung Bolaang Mongondow Raya. Namun, Minggu dini hari itu terasa berbeda.
Wali Kota Kotamobagu, Weny Gaib, menerima sebuah telepon dari keluarganya, Revan Sahputra Bangsawan (RSB).
Suaranya terdengar hangat, tapi dengan nada yang membuat penasaran.
“Pak Wali, kalau ada waktu bisa mampir ke rumah ya,” begitu pesan singkat dari seberang.
Tidak ada penjelasan siapa yang akan datang. Namun, tak lama kemudian Wali Kota mendapat kabar mengejutkan seorang tokoh besar akan singgah di Kotamobagu. Nama itu begitu familiar mantan perwira tinggi Polri berpangkat bintang tiga, sekaligus Gubernur Papua terpilih, Komjen (Purn) Mathius D. Fakhiri.
“Saya kaget saat mendengar kabar itu,” ujar Weny Gaib.
Tanpa menunggu lama, ia segera menuju kediaman RSB di Jalan Amal, Kelurahan Mogolaing. Satu jam sebelum kedatangan tamu penting, Wali Kota sudah tiba di sana. Malam itu tampak begitu akrab, seolah menanti sebuah pertemuan kekeluargaan.
Tak lama kemudian, rombongan mobil berhenti di depan rumah. Dari balik pintu kendaraan, muncul sosok Mathius Fakhiri dengan senyum ramah. Sambutannya sederhana, tanpa prosesi adat Mongondow, tanpa seremoni resmi. Yang ada hanyalah jabat tangan hangat, sapaan penuh hormat, dan percakapan santai di ruang tamu.
Bagi Wali Kotamonagu Weny Gaib, momen itu menjadi kebanggaan tersendiri.
“Kedatangan beliau adalah kehormatan besar, bukan hanya bagi pemerintah, tetapi juga bagi seluruh masyarakat Kotamobagu,” tuturnya.
Obrolan malam itu berlangsung cair. Sesekali tawa pecah, mencairkan suasana. Mathius tampak menikmati kebersahajaan sambutan yang diberikan. Ia tidak hanya hadir sebagai tokoh nasional, tetapi juga sebagai sahabat yang ingin merasakan kedekatan dengan masyarakat Mongondow.
Pertemuan itu memang singkat, namun meninggalkan kesan mendalam. Kehadiran seorang tokoh bangsa di kota kecil membuktikan bahwa kehormatan tidak selalu lahir dari seremoni megah. Justru dalam kesederhanaan, hangatnya persahabatan terasa lebih tulus.
Malam itu, Kotamobagu menorehkan cerita kecil penuh makna tentang sambutan sederhana yang menyatukan rasa hormat, persahabatan, dan kebanggaan masyarakat. (*)