TOTABUAN.CO BOLMONG — Malam mulai larut di Desa Mopugad, Kecamatan Dumoga Utara Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong). Jarum jam menunjukkan pukul 22.00 WITA, namun keramaian di salah satu sudut desa justru kian menggila. Sorak-sorai, teriakan taruhan, terdengar nyaring menembus keheningan malam. Di situlah arena judi sabung ayam beroperasi, bebas tanpa hambatan, seolah hukum tak berlaku di tanah itu.
Bukan sekadar pertandingan biasa. Informasi yang diterima dari warga setempat menyebutkan bahwa praktik perjudian ini melibatkan peserta dari luar daerah seperti Kotamobagu, Bitung, hingga Manado. Mereka datang membawa ayam jago pilihan dan uang taruhan yang tak sedikit.
“Sementara masih berlangsung. Tadi siang sampai malam ini. Taruhannya besar, mulai Rp150 juta sampai ada yang tembus Rp1 miliar,” ungkap seorang informan yang menyaksikan langsung di lokasi.
Di arena sabung ayam tersebut, sistem dan pelaksanaannya terlihat sangat terorganisir. Ada panitia pelaksana, sistem tiket masuk seharga Rp50 ribu per orang, empat arena ayam box, dan satu arena ayam pisau. Semuanya disiapkan secara rapi, membuat tempat itu menyerupai sebuah event resmi namun dalam bayang-bayang aktivitas ilegal.
Bahkan menurut informasi, pertandingan utama atau “big game” sudah berlangsung sejak siang, mempertemukan jago-jago terbaik dari dua wilayah besar: Kotamobagu dan Bitung. Pertarungan itu mengundang ratusan penonton dan pasang taruhan yang nilainya bisa membuat orang awam menggelengkan kepala.
“Tadi yang big game sudah selesai sore, tapi pertandingan masih terus berlangsung. Belum ada tanda-tanda berhenti,” kata seorang warga yang enggan disebut namanya.
Yang menjadi sorotan adalah tidak adanya intervensi dari aparat penegak hukum, meskipun kegiatan ini berlangsung secara terang-terangan. Bahkan, meski sebelumnya pihak Polres Bolmong melalui Tim Resmob sempat disebut melakukan penggerebekan, aktivitas sabung ayam tetap berjalan lancar seperti tak tersentuh hukum.
“Kalau polisi benar-benar datang untuk menangkap, tidak mungkin ini masih ramai begini. Seperti tidak ada penindakan sama sekali,” sambung sumber itu dengan nada kecewa.
Penggerebekan yang dikabarkan terjadi pada Minggu, (24/8) justru menuai tanda tanya besar. Informasi di lapangan menyebutkan bahwa polisi datang setelah pertandingan utama selesai, dan tidak ada laporan penangkapan ataupun penyitaan barang bukti. Tak sedikit warga menduga bahwa aparat hanya datang untuk “formalitas” atau bahkan sengaja menghindari benturan. Situasi ini menyisakan keprihatinan mendalam. Di satu sisi, pemerintah dan aparat selalu menyuarakan perang terhadap segala bentuk perjudian. Tapi di sisi lain, ketika praktik seperti ini terjadi secara terbuka, justru tidak ada tindakan nyata.
“Ini bukan lagi judi kampung. Ini judi besar, berjaringan, dan terorganisir. Kalau dibiarkan terus, ini bisa menjadi sumber konflik antar wilayah, bahkan membuka ruang masuknya kriminalitas lain,” kata seorang tokoh masyarakat di Dumoga Utara.
Fenomena sabung ayam di Mopugad mencerminkan satu persoalan besar penegakan hukum yang lemah dan tidak konsisten. Di tengah geliat masyarakat yang sudah sadar akan bahaya perjudian, aparat justru terkesan menutup mata. Padahal, keberadaan sabung ayam bukan hanya soal uang dan adu ayam, tapi soal ketertiban sosial, moral publik, dan keberpihakan terhadap hukum yang adil.
Sampai berita ini diturunkan, arena sabung ayam Mopugad masih beroperasi, dan para pelakunya masih berjudi dengan leluasa. Malam terus berlanjut, ayam-ayam terus diadu, dan hukum entah sedang berada di mana. (*)