TOTABUAN.CO BOLMONG —Aktivitas penambangan ilegal kembali marak di kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) KUD Perintis yang terletak di Desa Tanoyan Selatan Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong).
Dua nama pengusaha disebut sebagai aktor utama kegiatan tanpa izin ini, yakni AM dan RK.
Padahal, aktivitas ilegal tersebut sempat terhenti sekitar satu bulan terakhir. Namun kini, para penambang liar kembali beroperasi dengan intensitas yang lebih tinggi, bahkan disebut-sebut seolah sedang “kejar setoran”.
Situasi ini semakin ironis karena terjadi hanya beberapa hari setelah Presiden Prabowo Subianto pada Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2025. Pada pidato itu, ditegaskan komitmen negara untuk menindak tegas praktik pertambangan ilegal. Presiden menekankan bahwa negara tidak boleh kalah dari penambang liar, karena dampaknya merugikan keuangan negara, merusak lingkungan, dan memicu konflik sosial. Namun di lapangan, justru terjadi sebaliknya.
Puluhan anggota Polres Kotamobagu yang diturunkan untuk masuk ke lokasi tambang ilegal gagal menembus area operasi. Hal ini memunculkan dugaan kuat adanya bekingan dari oknum tertentu yang melindungi aktivitas tersebut.
Ketua Teknik Tambang (KTT) KUD Perintis menyatakan bahwa eskalasi tambang liar saat ini jauh lebih berani.
“Mereka sempat berhenti, tapi sekarang malah lebih gencar dari sebelumnya. Kalau aparat sampai kesulitan masuk, apalagi kami sebagai pemegang izin resmi. Ini jelas ada yang membekingi,” ungkap KTT KUDnPerintis Edi Sarwo dengan nada kecewa.
Kondisi ini membuat masyarakat Kotamobagu dan Bolmong semakin resah. Selain mengancam keselamatan dan kelestarian lingkungan, keberanian penambang liar yang terang-terangan beroperasi setelah pidato Presiden menimbulkan pertanyaan besar: apakah komitmen negara benar-benar ditegakkan, atau hanya berhenti di panggung pidato.
Pasca pidato Presiden, publik kini menanti aksi nyata aparat penegak hukum (APH). Persoalan ini menjadi ujian serius: apakah negara mampu hadir melindungi hukum, atau justru dibiarkan kalah oleh jaringan tambang ilegal yang diduga kuat memiliki bekingan. (*)