TOTABUAN.CO BOLSEL — Malam Kamis (21/8), suasana Mapolres Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), mendadak memanas. Sekitar pukul 21.00 WITA, puluhan anggota keluarga Revan Kurniawan Santoso alias Aan datang dengan satu tuntutan copot Iptu Dedy Vengki Matahari dari jabatannya sebagai Kasat Reskrim.
Aan, tersangka kasus penganiayaan, meninggal dunia dalam status tahanan setelah sebelumnya sempat mendekam di sel Polres Bolsel. Luka dalam, dua tulang rusuk patah, dan surat terakhir yang ditulis Aan sebelum meninggal, membuat keluarga yakin: ada kekerasan yang terjadi selama proses penahanan. Dan mereka menduga kuat, itu terjadi di tangan penyidik Polres.
“Kami tidak akan diam. Kami ingin Kasat Reskrim dicopot. Bukan dinonaktifkan sementara, tapi dicopot total!” tegas salah satu keluarga di hadapan aparat malam itu.
Namun kedatangan mereka tidak disambut Kapolres Bolsel AKBP Kuntadi Budi Pranoto, yang disebut sedang berada di Kotamobagu. Keluarga hanya diterima oleh Wakapolres Kompol Vanny Sumampouw, Kabag Ops, Kasat Intel, dan sejumlah personel lain.
Yang membuat situasi semakin tegang, pertemuan hanya berlangsung di teras Mapolres. Tidak ada ruang audiensi. Tidak ada meja. Hanya udara malam, wajah-wajah penuh duka, dan tuntutan yang menggantung di depan institusi hukum.
Di tengah pertemuan, keluarga juga mengembalikan uang yang sebelumnya dikirim oleh Iptu Dedy Vengki Matahari untuk membantu biaya otopsi jenazah Aan.
“Kami tidak butuh uang dari seseorang yang kami duga menyiksa Aan. Harga diri kami tidak bisa dibayar dengan transfer,” ujar salah satu anggota keluarga dengan nada tinggi.
Menurut mereka, uang tersebut justru memperkuat dugaan adanya kepanikan dan upaya menutup-nutupi. Biaya otopsi, kata mereka, sudah ditanggung dari sumbangan keluarga dan simpatisan publik yang mendukung perjuangan mencari keadilan.
Bagi keluarga, pencopotan Kasat Reskrim bukan hanya soal simbolik. Ini adalah syarat mutlak agar proses penyelidikan kematian Aan bisa berjalan jujur dan tanpa intervensi.
“Bagaimana mungkin seorang yang sudah jadi terlapor masih duduk sebagai Kasat Reskrim? Dia bisa mengatur ritme penyidikan, dia bisa mengarahkan saksi. Ini bahaya!” teriak salah satu kerabat Aan.
Keluarga menegaskan, selama Dedy masih menjabat, mereka tidak percaya proses hukum akan berjalan netral. Mereka tidak ingin “ditenangkan”. Mereka ingin langkah tegas: copot jabatan, periksa semua yang terlibat, dan seret ke pengadilan jika terbukti.
Wakapolres Kompol Vanny Sumampouw berusaha menenangkan suasana. Ia menyampaikan bahwa sesuai arahan Kapolres, kasus ini akan ditangani secara terbuka.
“Kami pastikan, kasus ini tidak akan ditutup-tutupi. Semua akan dibuka,” katanya di hadapan keluarga.
Namun, janji itu tidak sepenuhnya menenangkan. Bagi keluarga, transparansi bukan sekadar kata. Mereka ingin tindakan nyata. Dan malam itu, mereka pulang tanpa melihat Kapolres, tanpa surat pencopotan, dan tanpa hasil.
“Kami sudah kehilangan anak kami. Kami tidak akan kehilangan keadilan juga. Copot Kasat Reskrim, sekarang!” ujar salah satu anggota keluarga, sebelum meninggalkan halaman Mapolres.
Malam itu, di tengah dinginnya udara Bolsel, satu pesan tertinggal di depan pintu markas polisi: keadilan yang dicari keluarga Aan, belum juga datang. (*)