TOTABUAN.CO BOLSEL–Di kamar jenazah RSUD Bolaang Mongondow Selatan, isak tangis tak kunjung reda. Suara rintihan ibu yang kehilangan anaknya, pelukan erat antar keluarga yang mencoba saling menguatkan, dan mata-mata sembab yang tak percaya pada kenyataan semuanya berpadu dalam duka yang lebih dari sekadar kehilangan.
Aan, atau Revan Kurniawan Santoso (20) tahun, kini terbujur kaku. Pemuda yang dikenal ceria dan hangat itu tak akan lagi pulang ke rumah, tak akan lagi menyapa ibunya dengan senyum tipis. Tapi bukan hanya maut yang mencabut napas Aan, melainkan ketidakjelasan yang melingkupi kepergiannya.
“Bukan cuma sedih, kami bingung… dan sakit. Ini terlalu janggal,” ujar salah satu anggota keluarga dengan suara parau.
Baca juga: Kematian Aan dan Dugaan Kekerasan di Sel Tahanan Polres Bolsel
Baca juga: Catatan Terakhir Aan: Nafas Terakhir di Kamar Yang Sunyi
Kejanggalan demi kejanggalan mencuat sejak pertama kali Aan mengeluhkan kondisi sakit di bagjan dadanya.
Versi resmi yang diterima keluarga tak mampu menghapus tanda tanya yang mengendap. Ada sesuatu yang tidak masuk akal dan keluarga ingin tahu kebenarannya.
Dengan berat hati, keluarga memutuskan membawa jenazah Aan ke RSUD Manado. Di sana, otopsi akan dilakukan. Ini bukan keputusan mudah. Tapi bagi mereka, kebenaran lebih penting dari sekadar menerima.
“Kami hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Aan. Dia layak mendapat keadilan,” lanjut sang kerabat.
Kini, keluarga menanti. Bukan lagi menanti pulangnya Aan, tapi menanti jawaban atas kematiannya. Di tengah duka yang dalam, mereka menggantungkan harapan pada proses medis dan hukum. Bahwa di balik tangis ini, ada suara yang tak boleh diabaikan: suara kebenaran. (*)
