TOTABUAN.CO BOLMONG — Bolaang Mongondow Raya (BMR) Sulawesi Utara, menjadi salah satu daerah yang diincar Warga Negara Asing (WNA).
Tidak heran, kehadiran mereka berkedok sebagai investor yang ingin menanamkan modal mereka ke daerah. Namun kenyataannya, para WNA justru banyak terlibat dalam usaha ilegal. Salah satunya praktik usaha pertambangan emas tanpa izin (PETI).
Keterlibatan WNA dalam praktik ilegal pertambangan emas, ditenggarai karena kerap dimanfaatkan oknum tertentu. Sejumlah lokasi PETI di BMR berskala kebanyakan melibatkan WNA.
Data dari Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Kotamobagu, selama Mei-Juni, jumlah WNA yang tersebar di BMR berjumlah 70 orang. Jumlah itu didominasi WNA asal Tiongkok atau China.
Kasub seksi informasi dan komunikasi Keimigrasian, Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Kotamobagu Rezardi Pratama Putra
mengatakan, kebanyakan WNA yang tinggal di BMR, bekerja di perusahan. Mereka didominasi WNA asal Tingkok atau China.
Kendatk demikian, dia sendiri tak menjelaskan perusahan tempat WNA itu bekerja.
“Kebanyakan WNA asal China,” katanya
Jumat 18 Juli 2025.
Dia juga menjelaskan, WNA yang bekerja di BMR, bekerja di perusahan. Ada juga sebagai tenaga ahli, sambungnya.
Kehadiran WNA di BMR untuk bekerja di perusahan “hantu”, sudah berlangsung lama. Mereka hanya memanfaatkan dokumen, berupa Pasport dan Kartu Izin Tinggal Terbatas( KITAS). KITAS merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi, yang memungkinkan WNA untuk tinggal dan bekerja di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Tokoh muda Bolaang Mongondow
Nasir Ganggai menilai, pemerintah harus ambil langkah tegas terkait keterlinatan WNA dalam praktik usaga ilegal. Bahkan ditenggarai sebagai pemodal dalam usaha pertambangan tanpa izin, tanpa membayar pajak ke negara.
“Praktik ilegal ini, bukan hanya menabrak etika berusaha. Tapi juga menciptakan ketimpangan ekonomi lokal.
Jika tidak segera ditangani, BMR Sulut khususnya BMR, bisa mengalami kemunduran serius dari sisi ekonomi hingga sosial,” kata Nasir
“Sumber daya alam khususnya sektor pertambangan di BMR begitu melimpah. Tapi, pajak ke daerah sangat minim. Keruskan lingkungan begitu nyata terjadi jni perlu keseriusan pemerintah. Penataan harus dimulai dari regulasi dan perizinan,” tegasnya
Menurutnya, bisnis yang tidak terdaftar dan ilegal oleh turis asing tak hanya merugikan ekonomi lokal, tapi juga dapat berdampak negatif.
Baru-baru ini, beberapa WNA asal Tiongkok terlihat di lokasi pertambangan di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim). Begitu juga di Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Mereka bebas menjalankan bisnis tanpa izin yang sesuai. Kasus-kasus ini menyoroti pentingnya mematuhi regulasi visa dan hukum setempat. Sayangnya, meski bebas menjalankan bisnis ilegal, belum ada tindakan deportase. (*)