TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU — Yasti Soepredjo Mokoagow terus memberikan dukungan atas program Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dalam rangka program kerja ke luar negeri.
Ia pun berharap bisa lebih banyak anak muda Sulawesi Utara khususnya anak-anak muda Bolaang Mongondow Raya (BMR) mau berangkat bekerja ke negara luar.
Saat menjabat Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong), Yasti menuturkan pada Desember 2021, pemerintah daerah telah melaksanakan penandatanganan kerjasama dengan BPMI dalam rangka penyiapan anggaran untuk pelatihan calon pekerja asal Bolmong. Hal tersebut sebagai bentuk dukungan sekalugus memanfaatkan peluang bagi anak-anak muda Bolmong untuk bekerja di luar negeri.
“MoU antara pemerintah daerah Bolmong dengan BP2MI merupakan salah satu misi untuk menurunkan pengangguran dan sekaligus memanfaatkan peluang kerja bagi anak-anak muda Bolmong. Tentunya kesempatan tersebut harus dimanfaatkan,” kata Yasti usai nonton final Drag Race bersama Kepala BP2MI Benny Rhamdani dalam rangka Hari Pekerja Migran Internasional (HPMI) Minggu 11 Desember 2022.
Ia pun berharap banyak anak-anak muda di Bolmong Raya yang mau bekerja ke negara luar.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani menuturkan kerja sama yang terjalin selama ini antara Jepang, Kementerian Tenaga Kerja dan Dinas Tenaga Kerja yang ada diberbagi provinsi dan daerah sudah cukup baik, dan terus terjalin.
Menurutnya, peringatan HPMI di tidak hanya seremonial semata, akan tetapi terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang perang bahaya trafficking. selain itu bekerja dalam penempatan secara prosedural.
Benny ingin mengubah pandangan buruk yang selama ini melekat terhadap TKI. Sebaliknya PMI itu hebat. Mereka berangkat dari kampung meninggalkan keluarga dan berjuang untuk keluarga. Sebagaian gaji PMI juga di sumbangan kepada negara melalui devisa.
“Peluang kerja di luar negeri sangat terbuka, berangkatlah secara resmi. Banggalah menjadi PMI untuk ikut berkompetisi di kancah global,” tambahnya.
Namun sayang, banyak pula PMI yang bekerja secara ilegal di luar negeri. Tentunya hal ini sangat merugikan PMI itu sendiri.
Saat ini, kata Benny, ada 4,7 juta PMI yang bekerja secara ilegal. Angka itu cenderung lebih banyak dari PMI resmi, yang tercatat 4,5 juta pekerja.
“Kalau yang resmi 4,5 juta lebih, kalau ilegal ada 4,7 juta. Jadi yang penempatan PMI ilegal lebih banyak. Data yang ilegal ini kami mengacu pada data yang dirilis oleh World Bank tahun 2017. Bahwa orang Indonesia yang di luar negeri ada 9 juta. Berarti kalau yang resmi 4,5 juta, sisanya pasti yang ilegal,” paparnya.
Benny menyebut, Jawa Timur merupakan kantong terbesar di Indonesia kaitan penempatan PMI secara resmi. Namun, itu berbanding lurus dengan jumlah PMI yang berangkat tidak resmi.
Ia menegaskan di era pemerintahan Presiden Jokowi adalah era kemerdekaan untuk para Pekerja Migran Indonesia (PMI).
“Era pak Presiden Jokowi adalah era kemerdekaan untuk PMI. Banyak program dan berbagai fasilitas untuk PMI seperti Lounge PMI di Bandara, Kredit Tanpa Agunan (KTA) PMI, Fast Track atau Jalur Khusus PMI dan program lainnya,” ujarnya. (*)