TOTABUAN.CO BOLMONG – Kendati pada tahun 2020 terjadi pandemi COVID-19 di seluruh Indonesia yang berujung ditetapkan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) berstatus Siaga Darurat Bencana non-Alam COVID-19 pada Maret 2020 lalu, namun angka kasus stunting di Kabupaten Bolmong alami penurunan.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bolmong Yarlis Awaludin Hatam melalui Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Susanti Hadji Ali mengatakan, beberapa anak yang masuk dalam kategori stunting pada saat dua tahun lalu, saat ini sudah ada perkembangan bertambahnya tinggi badan dan sehat.
Menurut Susan, terdapat perubahan yang signifikan ketika diberikan penambahan makanan bergizi pada anak alami stunting.
“Alhamdulilah, dalam dua tahun terakhir, kasus stunting di Kabupaten Bolmong mengalami penurunan,” ujar Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Susanti Hadji Ali Kamis 11 Feberuari 2021.
Kasus stunting atau biasa disebut kerdil pada balita adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan terhadap balita dari janin hingga anak berusia 23 bulan.
Kondisi gagal tumbuh balita disebabkan karena asupan kurang gizi dan adanya infeksi berulang yang dipengaruhi pola asuh.
Data yang ada, jumlah kasus stunting di Bolmong berjumlah 173 kasus yang tersebar di 19 desa.
Ada beberapa desa di Kabupaten Bolmong terdapat kasus stunting diatas sepuluh. Seperti Desa Totabuan Kecamatan Lolak dengan jumlah kasus 13, Desa Tanoyan Selatan Kecamatan Lolayan 19, Desa Matayangan Kecamatan Dumoga Barat 11, Desa Kopandakan 2 Kecamatan Lolayan 15 kasus, Desa Bakan 14 kasus. Yang paling menonjol yakni di Desa Mopusi Kecamatan Lolayan yakni 31 kasus.
Berdasarkan analisa situasi penentuan lokasi-lokasi yang memerlukan prioritas penanganan. Penentuan jenis intervensi yang memerlukan prioritas penanganan, identifikasi kendala dalam manajemen layanan untuk menyasar Rumah Tangga 1000 HPK dan rekomendasi yang dihasilkan.
Wadah untuk menyampaikan hasil analisis situasi, mendeklarasikan komitmen pemerintah daerah dan menyepakati rencana kegiatan intervensi penurunan stunting serta membangun komitmen publik dalam kegiatan penurunan stunting secara terintegrasi.
Strategi lainnya yakni kewenangan desa dalam mendukung integrasi intervensi penurunan stunting dengan pengalokasian penggunaan APBDes terutama penggunaan Dana Desa untuk kegiatan yang dapat mendukung penurunan stunting. Selain itu menyediakan kader pembangunan manusia (KPM) untuk memfasilitasi pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi di tingkat desa.
“Kewenangan desa dalam pelaksanaan intervensi gizi melalui APBDesa. Peran kecamatan dalam mendukung pemerintah desa, koordinasi pemerintah desa dengan OPD terkait dan fasilitator atau pendamping program. Selain itu peran kelembagaan masyarakat seperti Posyandu, PAUD, PKK, dan lainnya sanat dibutuhkan,” ucapnya.
“Setelah melakukan peninjauan lokasi, kami sekaligus melakukan sosialisasi penajaman pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya stunting serta melihat lebih dekat intervensi sensitif dan spesifik kepada penderita stunting di tahun ke tiga,” sambungnya.
Susan menambahkan, Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilakukan, dalam rangka penyusunan dokumen Rencana Aksi ( RAD) penurunan Stunting yang dilaksanakan di Kecamatan Dumoga Barat dan Kecamatn Lolayan. FGD itu menghadirkan, Camat, Dinas Kesehatan, TA P3MD, para kepala desa Lokus, Tim Penggerak PKK, Kepala Puskesmas, Pendamping Desa dan KPM. (*)