TOTABUAN.CO — Menghadapi Pilkada Serentak 2020, Bawaslu Sulawesi Utara menyiapkan program untuk penguatan dalam menangani berbagai macam pelanggaran.
Hal itu dikatakan Komisioner Bawaslu Sulut Divisi Penindakan Mustarin Humagi saat membuka sosialisasi yang dilaksanakan di Bawaslu Bolaang Mongondow (Bolmong) Rabu 12 Agustur 2020.
Menurut Mustarin, salah satu yang kian menjadi momok peanggatan di Pilkada, yakni politik uang. Pelanggaran ini masih marak terjadi dari waktu ke waktu walau peserta pemilihan mengetahui adanya jeratan sanksi.
Mustarin menjelaskna, ada perbedaan dalam undang-undang (UU) mengenai sanksi yang dikenakan kepada pelanggar, berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada dalam Pasal 73 kepada pelanggar atas perbuatan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih tercantum akan dikenakan sanksi pidana paling lama 72 bulan atau denda maksimalRp 1 miliar. Sedangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ada beberapa pasal yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku politik uang, diantaranya Pasal 278, 280, 284, 515, dan 523 .
“Ancaman pidana paling lama penjara 4 tahun hingga denda Rp48 juta dan peserta mendapat diskualifikasi sebagai peserta pemilu,” tegasnya.
Mustarin mengatakan, masyarakat dan peserta pilkada perlu memahami hal tersebut. Karena itu, dia meyakinkan, gerakan sosialisasi anti politik uang harus dijalankan Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota, bersama kepolisian dan kejaksaan.
“UU Pilkada menyebutkan subjek hukum pemberi dalam kasus politik uang adalah pasangan calon kepala daerah, tim kampanye, anggota partai politik pendukung pasangan calon, juga relawan pasangan calon,” jelas Mahasiswa pasca sarjana jurusan Peradilan IAIN ini.
Sosialisasi itu, menghadirkan pembicara nasional akademisi universitas Trisakti pakar Hukum Tata Negara. DR. Rahdian Syam.SH.MH, serta Akademisi IAIN Syamsudin Antuli,MA, Bawaslu Bolmong, perwakilan Organisasi Masyarakat (Ormas), Organisasi Kepemudaan (OKP), dan LSM serta Panwascam se- Bolmong.
Musttarin menjelaskan, tata cara pelaporan pemilu dan pilkada tidak ada yang berbeda. Laporan yang disampaikan ke pengawas pemilu paling lama 7 hari sejak diketahui atau ditemukan dugaan pelanggaran. Namun yang berbeda adalah batas waktu penanganan, dalam pemilu waktu penanganan lebih lama yaitu 7+7 hari (kerja) sedangkan pada pilkada batas waktu penanganan hanya 3+2 hari (kerja).
“Proses administrasi penanganannya sama, untuk kasus politik uang di pilkada dan pemilu. Hanya saja waktunya yang berbeda,” paparnya.
Memahami keresahan masyarakat saat berhubungan dengan perihal melapor terlebih dalam regulasi pelapor lanjutnya, adalah penerima janji atau materi yang terindikasi politik uang. Sedangkan, program sosialisasi pencegahan politik uang dirasa belum menyentuh masyarakat awam maka dalam Pilkada 2020 ini, dia berharap sosialisasi pencegahan politik uang bisa mengurangi potensi politik uang.
“Setelah itu, program patroli pengawasan antipolitik uang dilakukan bersama-sama antara pengawas, polisi, dan masyarakat,” imbuhnya.
Sementara ademisi universitas Trisakti pakar Hukum Tata Negara. DR. Rahdian Syam.SH.MH, mengatakan, pengawasan dalam perhelatan Pilkada, bukan hanya menjadi tanggung jawab Bawaslu. Akan tetapi semua elemen masyarakat, termasuk peran media.
“Peran media sangat penting dalam memberikan informasi dalam kepemiliuan, termasuk turut serta mengawasi pilkada, dengan memantau proses tahapan pilkada dan memberikan informasi terkait adanya pelanggaran yang terjadi selama proses tahapan pemilihan berjalan. Media juga bisa membantu mengsosialisasikan pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran pilkada,” ujar Radian dalam materinya
Radian mengatakan, dalam melaksanakan tugas pengawasan, Bawaslu harus mendeteksi dini potensi terjadinya pelanggaran dalam pemilihan.
“Jika ditemukan terjadinya pelanggaran, harus disertai dengan fakta-fakta di lapangan. Serta selalu berkoordinasi dengan aparat Kepolisian dan Kejaksaan dalam setiap penanganan permasalahan pelanggaran pemilu,” tuturnya.
Ada beberapa hal yang merupakan tindak pidana pemilu yaitu memberikan keterangan tidak benar dalam pengisian data diri daftar pemilih, kepala desa yang melakukan tindakan menguntungkan atau merugikan perserta pemilu, orang yang mengacaukan, menghalangi atau mengganggu jalannya kampanye pemilu, orang yang melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU. Pelaksana kampanye pemilu yang melakukan pelanggaran larangan kampanye; memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye pemilu, menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan, memberikan suaranya lebih dari satu kali.
Diketahui Bawaslu Sulut telah menyiapkan strategi dalam menghadapi pelanggaran Pilkada 2020 ini. Sebab praktik pelanggaran semakin kreatif dan canggih. (*)