TOTABUAN.CO BOLSEL — Pemkab Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) terus berupaya untuk menekan angka stunting. Hal itu terlihat saat kegiatan pertemuan Lintas Program (LP) dan Lintas Sektor (LP) yang dilaksanakan di Hotel Sutan Raja Kamis 23 Juli 2020 yang dibuka Asisten I Ramli Madjid memawkili Bupati Bolsel Iskandar Kamaru.
Digelarnya pertemuan LP/LS Kemitraan dan Forum Konvergensi Intervensi Penurunan Stunting (Rembuk Stunting) tahun 2020, sebagai tindak lanjuti dari kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya.
Sejumlah stackholder hingga pemerintah desa ikut dilibatkan dalam upaya penurunan stunting. Seperri 32 kepala desa dan tujuh pendamping kecamatan ikut hadir. Yang menghadirkan para tenaga ahli, Dinas Pemberdayan Masyarakat Desa dan Dinas Kesehatan.
Menurut Asisten I Pemkab Bolsel Ramli Madjid, bahwa rembuk stunting merupakan upaya pembinaan, pengawasan kinerja oleh pemerintah Kabupaten/Kota dalam percepatan penurunan angka gizi buruk (Stunting) yang juga sebagai salah satu prioritas kerja secara Nasional.
“Pencegahan stunting melalui aksi integrasi adalah sebuah instrument dalam bentuk kegiatan yang digunakan untuk meningkatkan pelaksanaan integrasi intervensi gizi dalam penurunan stunting,” ujar Madjid.
Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama pada 1000 hari pertama kehidupan. Dimana anak lebih pendek atau perawakan pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir.
Berdasarkan, data Riset Kesehatan Dasar Kabupaten Bolsel pada 2017 angka stunting mencapai 50,1% . Tahun 2018, turun menjadi 33,8% dan Tahun 2019 menjadi 8,01%. Data itu merupakan input pada aplikasi pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat yaitu 76% dari total sasaran balita yang ada di kabupaten.
Berdasarkan hal tersebut di atas; dan dari hasil analisis situasi yang telah dilakukan Desember tahun 2019, maka ditetapkan 32 desa di Kabupaten Bolsel yang akan menjadi lokus pada tahun 2021.
Pencegaham Stunting membutuhkan perubahan pendekatan program dan perilaku lintas OPD terkait sehingga program dan kegiatan intervensi gizi dapat tepat sasaran dan digunakan oleh keluarga sasaran rumah tangga 1000 hari pertama kehidupan.
Pencegahan stunting juga membutuhkan keterpaduan penyelenggaraan intervensi gizi pada lokasi dan kelompok sasaran prioritas untuk mencapai keterpaduan/integrasi tersebut diperlukan penyelarasan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian lintas sector di tingkat pemerintah dan masyarakat. Karena stunting dalam jangka panjang berdampak buruk tidak hanya terhadap tumbuh kembang anak tetapi juga terhadap perkembangan emosi yang berakibat pada kerugian ekonomi. Mulai dari pemenuhan gizi yang baik selama 1000 hari pertama kehidupan anak hingga menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat.
Sebelumnya Bupati Bolsel Ikandar Kamaru mengatakan, intervensi penurunan stunting merupakan program pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota sebagai upaya mencegah terjadinya kondisi gagal tumbuh pada anak yang disebabkan oleh faktor multi dimensi.
Oleh karena itu, untuk mencetak generasi yang sehat dan cerdas, langkah awal yang paling penting adalah pastikan pemenuhan gizi ibu dan bayi selama masa kehamilan hingga anak menginjak usia 2 tahun. Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengalami malnutrisi yang menjadi cikal bakal stunting.
Di Kabupaten Bolsel terdiri dari 81 desa, dengan jumlah sasaran program kesehatan ibu dan anak di tahun 2019 lalu yakni ibu hamil sebanyak 1.603 orang. Ibu hamil kek sebanyak 240 kasus, Baduta (0-23 bulan) sebanyak 2862, dan balita (0-59) sebanyak 6078.
Dimana jumlah total kasus anak yang mengalami stunting di Kabupaten Bolsel sebanyak 393 anak atau 8 % dari total jumlah sasaran 0-59 bulan (balita) atau 76% dari total sasaran balita
Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Intervensi gizi spesifik meliputi kecukupan asupan makanan dan gizi, pemberian makanan, perawatan, pola asuh dan pengobatan infeksi/penyakit. Sedangkan intervensi gizi sensitif mencakup peningkatan akses pangan bergizi, peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan ibu dan anak, peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi, dan kesehatan serta peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi.
“Pada intervensi sensitif disinilah peran dari masing-masing perangkat daerah yang dilakukan secara konvergensi dan bersama-sama mensasar kelompok sasaran prioritas di desa lokus,” pungkasnya.(*)