TOTABUAN.CO BOLMONG – Keberadaan Bank SulutGo (BSG) dinilai tidak memberikan dampak yang sehat bagi para debitur. Salah satunya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pasca pemindahan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) milik Pemkab Bolaang Mongondow (Bolmong) dari (BSG) ke BNI, boleh dibilang memberikan angin segar bagi para abdi negara itu. Tapi tidak semua PNS. Sebab para PNS yang sudah terlanjur menitipkan SK mereka, tak bisa “lari” dari anggunan yang tinggi.
Betapa tidak, suku bunga kredit di bank milik BUMD Pemprov Sulut itu terlalu tinggi bila dibanding bank lain. Hal ini membuat para PNS merasa tercekik. Sebab suku bunga yang dipatok berkisar 19 persen.
Menurut para PNS, selama ini mereka mengandalkan SK pegawai yang dijamin di BSG untuk pinjaman. Padahal BSG merupakan aset daerah, setidaknya ada keringanan bagi seluruh pegawai yang ada di Sulut.
“Kan BSG aset daerah, seharusnya kami pegawai di daerah sendiri ada keringanan. Kalo memang berpihak ke daerah, minimal bunga kredit tidak terlaku tinggi,” ucap para ASN Pemkab Bolmong yang enggan dipublis nama mereka.
Keluhan soal tingginya bunga kredit itu, juga telah disampaikan Bupati Bolmong Yasti Soepredjo Mokoagow lewat Rapat koordinasi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rakor itu dalam rangka pencegahan korupsi Pemerintah Daerah (Pemda) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang dilaksanakn secara daring pada Rabu (15/7) pekan lalu.
Yasti mengungkapkan berbagai permasalahan yang dihadapi Pemkab Bolmong atas kerja sama yang sempat terjalin sejak 2008 dengan BSG namun akhirnya diputus.
Beberapa hal yang menjadi faktor diputuskannya kerja sama dengan BSG, seperti ketidakseimbangnya dalam perekrutan dan penempatan Sumber Daya Manusia (SDM) di BSG, sistem pelayanan serta tingginya suku bunga kredit.
“Saya sudah menyampaikan kepada Direktur Bank SulutGO waktu itu. Bahwa yang memberikan keuntungan laba terbesar di Bank SulutGo adalah Pemkab Bolmong. Tetapi dana CSR yang diberikan kepada kita terlalu kecil. Bila dibandingkan, dengan pendapatan laba bersih diberikan 47 miliar dan keuntungan Bank SulutGo 300 miliar. Saya tidak meminta diri saya, tetapi saya meminta untuk rakyat,” bebernya.
Yasti berharap kepada Bank SuutGo dalam menjalankan proses kredit, untuk tetap berlandaskan aturan OJK. Karena kredit untuk PNS, bunganya terlalu tinggi yakni mencapai 19 persen.
Yasti mengaku sudah bertemu dengan Direksi Bank SulutGo pada Oktober tahun 2017. Ada beberapa yang disampaikan.
Disadari kata Yasti, kami menjadi problem solver. Dimana banyak orang tua yang meminta kepada kami, anak-anaknya untuk bisa diberikan pekerjaan yang layak, tentunya harus melewati rekrutmen yang sesungguhnya.
“Saya meminta saat itu, karena banyaknya anak-anak Mongondow yang tidak terekrut di dalam perekrutan Bank Sulutgo hampir setiap tahun. Sehingga, saya meminta adanya keadilan di dalam penerimaan SDM di Bank Sulutgo,” papar Yasti.
Dengan memiliki 200 desa, 2 kelurahan serta 15 kecamatan, Bolmong punya luas wilayah. Sehingga perlunya penguatan sistem pelayanan. Karena ketika mengurus pencairan Dana desa kurang dapat terlayani dengan efektif dan efisien .
“Kabupaten Bolmong ini adalah daerah yang terluas di Provinsi Sulut. Hampir tiga puluh persen luas wilayah. Tapi pencairan dana desa hanya dilayani disatu Bank yakni di Kantor Cabang Lolak. Jarak antara Kecamatan Satu dan Kecamatan lain sangat jauh. Pencairan dana desa dilakukan secara manual. Ada 200 kepala desa yang membawa uang cash dari ibukota Lolak ke desa-desa mereka telah terjadi beberapa kejadian ada yang dicuri di jalan entah benar atau tidak. Ada pula kepala desa yang belum pernah pegang uang 300 juta, akhirnya mampir ke dealer motor dan mobil, dan akhirnya dana desa itu disalahgunakan,” beber Yasti.
Begitu juga dengan penyetoran PBB. Di mana warga yang harus menempuh jarak jauh menuju ibukota kabupaten. Hanya dengn menyetor pajaka 50 ribu, tapi warga harus mengeluarkan uang transportasi kurang lebih 250 ribu rupiah. Tentu ini juga menjadi keluhan.
“Saya meminta agar disetiap desa sudah online dan sudah ada agen. Seperti BNI,” ucapnya.
Yasti menegaskan, dalam undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara disebutkan, gubernur, bupati dan walikota selaku kepala pemerintahan daerah diberikan kewenangan menempatkan RKUD di Bank yang sehat dengan prinsip-prinsip bisnis. Sehingga tidak ada salahnya jika RKUD Pemkab Bolmong dititip di BNI.
“Saya sudah menyampaikan kepada Direktur Bank SulutGO waktu itu. Bahwa yang memberikan keuntungan laba terbesar di Bank SulutGo adalah Pemkab Bolmong. Tetapi dana CSR yang diberikan kepada kita terlalu kecil. Bila dibandingkan, dengan pendapatan laba bersih diberikan 47 miliar dan keuntungan Bank SulutGo 300 miliar. Saya tidak meminta diri saya, tetapi saya meminta untuk rakyat,” bebernya.
Ternyata pemindahan RKUD di Bolmong ke BNI, menjadi pembicaraan kalangan PNS di lingkup Pemkot Manado.
Para PNS di Pemkot Manado sangat setuju ketika Pemkot Manado memindahkan RKUD dari BSG ke BNI 46. Alasan mereka, untuk kredit pegawai di BSG suku bunga kreditnya tergolong tinggi mencapai 15 hingga 19 persen bila dibandingkan dengan BNI 46.
“Suku bunga kredit BNI 46 itu di mulai dari 5 % dan itu sudah saya cek di BNI 46. Kalau hitung-hitung dengan kredit yang saya ambil di BSG saat ini, dengan jumlah plafont kredit saya, dibandingkan dengan suku bunga kredit di BNI 46 ada selisih kisaran 50-an juta rupiah,” kata salah satu ASN Pemkot Manado.
Kendati demikian, mereka mengakui sudah terlanjur mengambil kredit di BSG dan harus membayar kewajiban dari kredit yang saya sudah diambil di BSG.
Mereka mengakui banyak teman-teman PNS yang telah mengajukan kredit dengan menjaminkan SK PNS di Bank lain.
“Beberapa rekan kami sudah ada yang mengajukan kredit ke Bank lain, karena perbandingan suku bunga kreditnya masih tergolong di bawah suku bunga kredit BSG,” jelasnya. (*)
Setuju dengan Bupati Bolmong, semoga kepala daerah yang lain mengikuti Bolmong. Pindahkan saja ke bank lain yg bunganya lebih rendah.