TOTABUAN.CO BOLMONG — Porang atau yang dikenal juga dengan sebutan iles -iles merupakan umbi-umbian dengan nama spesie Amorphophallus muelleri. Awalnya, porang tidak lebih dari tumbuhan liar yang lazim ditemukan di sela-sela pepohonan hutan dan pekarangan rumah. Namun saat ini, mulai dilirik untuk dikembangkan secara luas karena memiliki nilai ekonomis tinggi.
Di Provinsi Jawa Tengah misalnya, tanaman ini telah dibudidayakan di beberapa kabupaten, bahkan kawasan hutan di Kabupaten Blora telah dijadikan sentra kawasan porang dengan luas 12.000 hektare.
Menurut Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong) Yasti Soepredjo Mokoagow, saat ini tanaman Porang tidak lagi dinilai sebelah mata. Karena Porang ternyata memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Bahkan kata Bupati, sejumlah investor telah siap untuk mengembangkan Porang di Kabupaten Bolmong dan siap membangun pabrik di Kawasan Industri Mongondow (KIMONG).
Bupati menyebut, negara tujuan ekspor untuk porang secara nasional adalah Jepang, Thailand, Tiongkok, Taiwan, Korea, Vietnam dan Australia.
“Ekspor dalam bentuk umbi digunakan sebagai bahan baku tepung, kosmetik, obat, penjernih air, bahan ramen dan lain-lain,” jelas Bupati.
Saat ini tanaman porang sedang menjadi perbincangan. Dahulu, tanaman jenis umbi-umbian ini hampir tak dilirik untuk dibudidaya. Bahkan di beberapa daerah, porang sering dianggap sebagai makanan ular. Padahal Umbi dari porang banyak dicari di pasaran luar negeri.
Harga porang iris kering yang terus melonjak dari tahun ke tahun menjadikan banyak petani yang banting setir menanam porang. Dikutip dari harian Kompas, 7 Mei 2013, hampir semua hasil umbi porang di Madiun diekspor sebagai bahan baku ramen atau mi tradisional Jepang, serta untuk bahan konyaku dan kosmetik. Namun, petani di Madiun menjual dalam bentuk umbi basah sehingga harganya rendah, sekitar Rp 2.500 per kilogram (kg). Setiap 1 hektar tanaman porang menghasilkan umbi basah hingga 16 ton, atau mendatangkan penghasilan sekitar Rp 40 juta.
Pendapatan yang diterima petani lebih besar bila bisa memberikan nilai tambah pada umbi porang. Caranya dengan mengolah jadi chips (irisan tipis) atau tepung. Chips porang dihargai hingga Rp 27.000 per kg dan tepung porang dihargai hingga Rp 600.000 per kg.
Melihat peluang yang besar, Bupati Bolmong Yasti Soepredjo Mokoagow mengajak petani Bolmong untuk memanfaatkan lahan untuk ditanami Porang. Bupati menilai, Porang sangat cocok dengan iklim yang ada di Bolmong lebih umumnya di BMR. (*)