JALAN setapak yang biasa ramai, kini dipenuhi lumpur dan material bebatuan. Sejak tiga hari disapu banjir bandang, kini kondisi mulai pulih.
Ratusan warga dibantu TNI/Polri dan relawan sibuk membantu membersihkan rumah-rumah penduduk. Begitu pula eskavator mulai membersihkan material bebatuan yang menutupi jalan setapak.
Namun tidak bagi Ananias Harilawan Warga Desa Pangi Timur Kecamataan Sangtombolang Kabupaten Bolaang Mongondow.
Kondisi rumahnya kini seperti sungai kering yang dipenuhi material bebatuan. Rumah yang terbuat dari papan itu, nyaris roboh dan tidak meninggalkan harta benda lagi.
Ditemui Jumat 6 Maret 2020, pria 56 tahun itu, tampak bertelanjang dada. Dia duduk di atas batu tepat di tengah rumahnya yang dinding rumahnya telah disapu banjir. Perasaannya tampak diselimuti kegelisahan melihat kondisi rumahnya yang porak-poranda.
Sambil menggulung Tembakau, Ananias bercerita peristiwa yang terjadi jelang Subuh itu. Dia berusaha bercerita soal kejadian malam itu. Tak banyak cerita yang keluar sebenarnya. Bahkan, bisa dibilang dia seperti lupa pada sebagian peristiwa yang merenggut harta bendanya.
“Yang pasti kejadian itu, sangat dahsyat. Tidak ada yang terfikir, hanya bisa menyalamatkan jiwa saja,” ujarnya sambil menggulung tembakau ditangannya.
Dia mengungkapkan, dia bersama Ragel Salombe istrinya, bias keluar dari jendela untuk menyelamatkan diri.
Rabu pagi memang hujan turun. Tak ada perasaan jika akan terjadi musibah banjir bandang. Namun sekitar pukul 02.00, hujan tak redah. Kegelisahan itu membuat Ananias tidak tidur. Rupanya sudah ada tanda, karena air mulai masuk ke dalam rumah.
Sambil berpegangan, keduanya berdoa, semoga air hanya mampir sesaat. Tapi, takdir berkata lain. Terjangan air sungai meluap begitu cepat membawa material bebatuan disertai dengan batangan kayu.
Usia yang sepuh membuat mereka tak bisa berbuat banyak. Sang istri berusaha berteriak meminta tolong yang menambah kepanikan.
Kondisi semakin parah. Orang-orang panik karena air sungai meluap semakin deras. Tubuhnya yang sudah menggigil, sendi-sendinya yang renta, harus mampu menarik sang istri untuk keluar dari rumah.
“Tidak ada waktu untuk menyelamatkan harta benda. Yang ada bagaimana harus selamat. Meja, kuri, tempat tidur, piring tempat masak semua disapu air,” katanya seskali menghisap tembakau.
Arus yang begitu deras membuat mereka harus berupaya keras untuk bisa sampai ke tempat aman.
Hatinya semakin berkecamuk saat melihat kondisi air yang membawa batang pohon menerjang rumah-rumah warga.
”Kondisi rumah sudah seperti itu, saya sudah tidak bisa berfikir apa-apa,” kenangnya sambil menyeka wajahnya.
Selain Ananias, hal juga dirasakan tetangganya Melky Tukus. Rumah semi permanen itu dipenuhi material. Dinding rumahnya tampak terlihat tumpukan potongan kayu bercampur lumpur.
Di dalam rumah itu tak ada yang bisa diambil. Semua telah dibawa banjir, katanya.
Kepala Desa Pangi Timur Risiton Tempo mengatakan, banjir yang terjadi ini begitu dahsyat. Batang pohon dengan diameter besar, hanyut dari hulu dan menyampu rumah-rumah warga yang ada di samping sungai.
Dia mengatakan, sejak pukul 01.00 hujan tak redah. Sesekali melihat arus sungai sangat kencang. Tampaknya hal itu memberikan isyarat akan terjadi bahaya.
“Saya sempat berteriak agar warga jangan tidur dan tetap waspada. Karena air sungai mulai meluap,” ucapnya.
Tak berselang lama peringatan itu, arus sungai yang membawa material bebatuan dan batang kayu datang menerjang.
Suara gemuruh arus sungai dari hulu membawa material bebatuan dan batang kayu terdengar sangat mengerikan.
“Panik dan sangat mengerikan,” ucapnya.
Setiap rumah yang terjang batang kayu dan bebatuan langsung roboh. Suara minta tolong ikut menambah kepaniikan.
Menurutnya, ada beberapa rumah yang hilang dan saat ini tanpa bekas dan sudah tertutup bebatuan. Mereka hanya menyelamatkan diri dan memilih pasrah menunggu bantuan.
“Bisa dibayangkan kuatnya arus sungai. Batang kayu dan batu boiler ukuran besar bisa berada dalam rumah warga,” katanya.
Selain terjangan banjir di Desa Pangi Timur, peristiwa yang sama terjadi di Desa Domisil yang merenggut satu bocah berumur lima tahun.
Kayu gelonggongan tampak tertumpuk disejumlah titik. Salah satunya di depan rumah milik Musdalifah Harun yang tewas terseret banjir.
Kayu-kayu gelondongan berdiameter besar itu menghantam sejumlah rumah. TK yang ada di samping rumah Musdalifah bak seperti tempat penampungan kayu.
Rihaya Mamonto guru TK Raudatul Atfal Insan Mulia mengatakan, banjir bandang telah menghentikan keceriaan anak-anak TK yang setiap hari datang di TK itu.
“Banjir kali ini sangat dahsyat. Ini butuh waktu untuk pemulihan aktivitas TK,” ujar Rihaya dengan mata berkaca-kaca.
Dia mengaku tak bisa menceritakan peristiwa itu. “Mengerikan,” ucapnya.
Mobil yang dibawa material lumpur dan batang kayu menjadi bukti derasnya air malam itu. Ia merasa trauma.
Dia berharap kondisi akan pulih kembali. Ruangan belajar TK akan kembali ramai oleh anak-anak. (*)