TOTABUAN.CO–Presiden Joko Widodo sudah merilis paket kebijakan ekonomi tahap I, namun tidak disinggung kebijakan insentif fiskal berupa keringanan pajak yang sebelumnya diumumkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Menurut Direktorat Jenderal Pajak, kebijakan fiskal itulah yang paling berpengaruh pada penerimaan negara.
Karena itu pemerintah perlu berhati-hati dalam mengabulkan permohonan pengajuan tax holiday maupun tax allowance. Apalagi untuk tax holiday, investor bisa diberikan keringanan pajak hingga 20 tahun.
“Dari perpajakan sendiri kebanyakan yang dikeluarkan adalah insentif perpajakan. Sehingga dalam jangka pendek kita akan terpengaruh ke penerimaan perpajakan,” kata Direktur Penyuluhan Pelayanan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama di Jakarta, Kamis (10/9).
Pemerintah menyempurnakan aturan teknis mengenai pemberian kebijakan pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu atau dikenal dengan istilah tax holiday. Penyempurnaan ini dikemas dalam PMK No. 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang mulai berlaku 16 Agustus 2015.
Industri yang berhak mengajukan fasilitas keringanan pajak diperluas cakupannya menjadi sembilan bidang. Antara lain, logam hulu, pengilangan minyak bumi, kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam, permesinan, industri di bidang sumberdaya terbarukan, industri peralatan komunikasi, industri transportasi kelautan, industri pengolahan di KEK dan infrastruktur ekonomi selain menggunakan kerja sama pemerintah dan badan usaha.
“Akan ada dampak, tapi sudah diperhitungkan betul oleh teman-teman di Kemenkeu, dampak itu kita minimalisir untuk penerimaan,” ujarnya.
Pihaknya menyadari, kebijakan ini sebagai magnet bagi investor menggerakkan sektor industri. Ditjen Pajak juga tidak mempermasalahkan pemberian keringanan pajak.
“Kita harapkan adalah para wajib pajak baru yang menambah penerimaan kita,” ungkapnya.
Sumber;Merdeka.com