BOLMUT (totabuan.co) – Hasil pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (30/5) di Gedung MK. Perkara dengan Nomor 56/PHPU.D-XI/2013 ini dimohonkan oleh pasangan calon Hamdan Datunsolang dan Farid Lauma (HD-FL) yang menilai KPU tidak netral.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon yang diwakili oleh Sulistiowaty selaku kuasa hukum, mendalilkan adanya ketidaknetralan KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dalam penyelenggaraan Pemilukada Bolaang Mongondow utara. Menurut Sulistiowaty. pelaksanaan Pemilukada pada tahun 2013 banyak mengalami kecurangan karena tidak sesuai dengan asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
“Bahwa benar hasil tersebut melalui proses yang tidak wajar dan secara terstruktur, sistematis, dan masif, dilakukan Termohon yang pada akhirnya secara langsung atau tidak langsung merugikan Pemohon sebagai peserta Pemilu Kabupaten Bolaang Mongondow Utara,” jelasnya.
Beberapa pelanggaran yang dilakukan Termohon, di antaranya sejak awal pendaftaran, Termohon sudah tidak netral karena meloloskan Pasangan Nomor Urut 1 yang harusnya tidak lolos. Seharusnya, lanjut Sulistiowaty, Termohon berpedoman pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam meloloskan atau tidak meloloskan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pasangan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Bolaang Mongondow Utara Nomor Urut 1 Depri Pontoh-Suriansyah (DP-Syah) mempunyai temuan yang merugikan keuangan negara berdasar hasil pemeriksaan BPK RI.
”Pasangan Nomor Urut 1 mempunyai TGR (Tagihan Ganti Rugi) sebesar Rp227.247.115,00. Tagihan sebesar itu terbagi pada tahun 2010 sebesar Rp140.632.500,00 dan pada tahun 2011, Rp86.614.615,00. Tagihan ganti rugi yang harusnya diselesaikan Pasangan Nomor Urut 1 selambat-lambatnya sebelum penetapan calon bupati, Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bolaang Mongondow Utara tanggal 9 Maret 2013 ternyata tidak dilakukan oleh pasangan calon, namun dibiarkan oleh Termohon,” paparnya.
Sulistiowaty menjelaskan dengan adanya tagihan ganti rugi tersebut, harusnya pasangan calon dinyatakan tidak lolos menjadi pasangan calon bupati dan wakil bupati karena pada saat harusnya tidak mempunyai posisi yang merugikan keuangan negara. Namun sampai dengan pendaftaran pasangan calon belum tuntas tagihan ganti rugi kepada negara. “Seandainya pun, saat ini sudah dipenuhi maka peraturan dan/atau peta keadaan tidak boleh berlaku surut,” ujarnya.
Selain itu, adanya pembiaran dan/atau kesengajaan Termohon atas banyaknya pemilih yang tidak bertempat tinggal di TPS dan namanya tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap, namun mendapat undangan untuk memilih dan diperbolehkan memilih. “Ditemukan surat suara yang sudah sah untuk pasangan Pemohon, yaitu dua lubang namun tidak keluar dari kotak, namun tidak dianggap sah oleh KPPS. Hal itu melanggar aturan KPU Nomor 91/KPU-BMU-5-2013, tertanggal 6 Mei 2013,” paparnya.
Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menunda sidang hingga Senin, 3 Juni 2013 pada pukul 10.30 WIB. Sidang berikutnya mengagendakan mendengar jawaban Termohon dan Pihak Terkait. (Lulu Anjarsari/mh)
sumber: mahkamahkonstitusi.go.id