TOTABUAN.CO – Sebagian nelayan kecil di Cirebon, Jawa Barat, mengaku tak kuat melaut, pasca kenaikan harga bahan bakar minyak. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan sangat tidak sebanding dengan ikan yang mereka peroleh.
“Nelayan kayak kami tidak kuat melaut, sekarang solar seliter Rp7.500. Padahal dulu cuma Rp6.500. Ditambah bahan-bahan lain (alat tangkap) juga pada naik dan hasil tangkapan yang sedikit dengan harga jual murah,” ujar salah satu nelayan di Desa Waruduwur Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon, Ma’mun, 43, Selasa (31/3/2015).
Perhitungan tersebut, kata dia, sangat memberatkan bagi nelayan kecil dengan lokasi penangkapan ikan yang cukup jauh.
Sebelumnya, Ma’mun mengaku hanya membutuhkan Rp100 ribu sekali melaut untuk memenuhi membeli solar. Kini, dia harus mengeluarkan dua kali lipat.
“Jika dipaksa ya saya harus menambah Rp100 ribu lagi,” kata dia kepada Metrotvnews.com.
Puluhan nelayan lain juga mengaku mengalami nasib serupa dengan Ma’mun. Namun, mereka masih berharap kenaikan BBM tidak diikuti oleh kelangkaan solar di pasar.
“Bagi para nelayan (kenaikan BBM) memang berpengaruh karena dengan harga baru berimplikasi pada membengkaknya beban biaya melaut. Akan tetapi bagi kami yang penting ketersediaan solar terjamin, sehingga keberlangsungan usaha melaut tetap berjalan,” jelas Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cirebon, Dade Mustofa Efendi.
Selain menjamin ketersediaan solar, Dede menyarankan agar pemerintah membantu mengurangi beban melaut yang diemban para nelayan melalui penyaluran dana kompensasi kenaikan BBM.
“Kami juga akan menuntut pemerintah untuk membantu beban biaya produksi bagi para nelayan tradisional berupa bantuan BBM atau solar sebesar 100 liter per nelayan dalam sebulan, kalau bisa tidak berupa uang,” katanya.
sumber: metrotvnews.com